Dulu, saya benar-benar yakin bahwa kamu adalah jawaban dari doa-doa
saya
Doa yang saya rapalkan selama belasan tahun
Saat itu, saya mempercayainya nyaris tanpa rasa sangsi
Masih saya ingat, saya bersorak di depan teras rumah
“Tuhan, Engkau mendengar doaku. Engkau kirimkan dia untukku”
Ah, bumi ini seperti bersinar lebih terang dari biasanya
Ternyata kehilangan itu rasanya seperti ini
Ada air yang selalu ingin menyucud di ujung mata
Ada gelisah yang selalu merampas waktu
Ada takut yang merajai seisi batin
Ada benci yang diam-diam menyelinap
Ada cemburu yang kian menderu
Ada serapah yang ingin kumuntahkan, namun selalu urung kulakukan
Ada doa yang selalu abadi diucapkan
Ada rasa pasrah yang disimpuhkan
Sekarang, cukuplah aku tersenyum sembari menahan luka
Luka yang akan disembuhkan entah oleh siapa
[Gusti, betapa nikmat rasa yang bergejolak dalam batin.
Ijinkan aku bahagia dengan caraku sendiri: berbagi dengan
malaikat-malaikat kecil yang terus mendendangkan tawa sembari sesekali
menangis. Seperti aku yang sesekali menangisi rindu di sudut hati yang pilu]
-La, jangan berhenti melangkah. Setialah menunggu sepaket bahagia
dari Tuhan-
15 April 2015