Bali Part 1

0

Pantai Kuta Saat Senja
Pantai Kuta. Tempat itulah yang pertama saya kunjungi bersama Irawan (Kendari) dan Hasbi (Makassar), dua teman yang baru saja saya kenal beberapa jam yang lalu, tetapi kami sudah bersepakat untuk jalan-jalan bersama di awal perkenalan kami. Dari Badan pendidikan dan Pelatihan Bali-tempat kami menginap dan berlangsungnya acara- yang terletak di jalan Hayam Wuruk kami bertiga menuju pantai Kuta. Irawan dan saya menggunakan taksi, sementara Hasbi menggunakan motor milik panitia. Perjalanan dari tempat penginapan menuju Pantai Kuta kurang lebih empat puluh lima menit. Dan biaya taksi menghabiskan sekitar Rp 100.000 satu kali perjalanan. Jadi jika pulang pergi ongkos untuk pergi ke Pantai Kuta dari sini sekitar Rp 200.000. wow jumlah yang lumayan tidak sedikit menurutku. (kalau di Jogja bisa dipakai untuk uang makan sekitar dua minggu) hehehe. Hei ini Bali bukan Yogya.

Kami tiba di pantai Kuta sekitar jam setengah lima WITA. Cuaca sore di pantai ini masih lumayan panas dan ramai sekali oleh pengunjung dari berabagai kota juga Negara.
Romantis. Indah. Bersih. Ramai. Itulah kata yang bisa aku ungkapkan untuk pantai ini, walaupun tentunya keempat kata tersebut belum mewakili semuanya. Romantis dan Indah. Karena memang saya senang dengan suasana pantai menjelang senja. Ada matari yang hendak pulang ke tempat peraduannya, juga cahaya kuning yang dilahirkannya menyatu dengan laut bersama angin dan menjelma menjadi ombak yang bermain bersama pasir dan batu karang.
Selalu. Selalu saya kembali berhayal dan bermimpi. Bergandengan tangan bersama seorang laki-laki yang saya cintai, menikmati senja di pantai, menikmati matari yang hendak pulang, dan menyusuri bibir pantai bersama sampai sama-sama merasa lelah, bersandar, lalu minum bersama, sembari berbincang tentang mimpi-mimpi. ah. Ela. Saya seperti tak akan pernah lelah bermimpi.
Bersih dan ramai. Bagi saya pantai ini lumayan bersih di tengah keramaian yang luar biasa. Saya sempat berpikir, kenapa pantai ini masih bersih yah, padahal pengunjungnya banyak sekali, dari berbagai kota di Indonesia juga dari berbagai Negara yang cukup mendominasi pantai ini. Saya menduga ‘mungkin karena kebanyakan pengunjung dari luar negeri dan mereka terbiasa untuk tidak membuang sampah sembarangan. Juga orang luar negeri memang lebih mudah diatur dalam hal kebersihan tepatnya membuang sampah. Berbeda dengan orang Indonesia sendiri yang kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungannya masih sangat rendah. Di beberapa pantai yang pernah saya kunjungi dan di sana tidak di dominasi oleh orang bule, keadaan pantainya sangat kotor, sampah berserakan di mana-mana, mencemari keindahan dan kebersihan pantai.’ Hm itu hanya praduga saja.
Ada satu kata yang ingin saya katakana di balik semua keindahan pantai Kuta. Asing. Bagi saya pantai Kuta asing. Bukan seperti Indonesia, kenapa? Karena orang bule banyak berkeliaran di sini dengan berbagai macam bikininya. Dengan berbagai polah saat mereka berjemur dan lain sebagainya. Saya merasa warga pribumi ‘tidak terlihat’ lagi di sini. Entahlah. Mungkin karena orang bule secara garis wajah dan ketinggian badan lebih bagus dari orang Indonesia, dan orang Indonesia, kita memang harus sama-sama mengakui bahwa garis wajah, ketinggian badan , juga warna kulit berbeda dengan mereka. Mereka terlihat lebih menarik dibanding kita. (dalam ketidak-relaan mengatakan itu). Tetapi itulah kenyataaannya. Mungkin disebabkan karena itulah saya merasa asing dan hanya melihat orang Indonesia segelintir saja di pantai ini. entahlah, saya berada dalam sebuah kegalauan. Antara harus senang Karena patai Kuta menjadi salah satu Icon Indonesia yang banyak menarik minat para bule atau bersedih karena keberadaan orang bule di sini seperti menyisihkan masyarakat pribumi juga budaya Indonesia sendiri.

Bali. 23.55 WITA

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !