Dua puluh dua tahun usia saya. Selama itu saya menjadi seorang
perempuan dengan segala kodratnya. Ini bulan September. Saya pernah berkirim
pesan kepada teman saya bahwa September menjelma bak kutukan: Membosankan,
jenuh, begitu menguji emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak menghancurkan
semuanya.
Di bulan inilah aku merasakan ‘sakit’ sebagai perempuan yang luar
biasa. Selama ini saya hanya mendengar bahwa sakit perut saat datang bulan
begitu menyiksa, ada yang sampai tidak bisa tidur, menangis, dan pingsan.
Bermacam-macam ceritanya. Teman-teman dekat saya termasuk yang mengalami itu
semua. Saya memang belum pernah merasakan sebelumnya. Sehingga ketika kami
semua berbagi cerita saya selalu mengatakan ‘Alhamdulillah, saya tidak pernah
merasakan itu.’ Siang ini, sepulang dari sekolah saya merasakannya. Rasanya
begitu hebat menyiksa. Pusing, keringat dingin, dunia tiba-tiba gelap, berhenti
sejenak di jalanan, jongkok, menetralkan aliran darah yang tiba-tiba menyeruak
ke atas. Pucat. Sakit perut luar biasa. Dan akhirnya lemas. Walau saya baru
saja makan.
Tidur adalah salah satu solusi untuk penyakit bulanan ini. Tetapi
memang tidak akan mampu tidur dengan nyaman, karena seluruh persendian terasa
pegal. Entah harus bagaimana posisi tidur yang nyaman ketika keadaan seperti
ini. Saya pun menulis ini dalam keadaan lemas. Tetapi saya paksakan untuk
menulis. Karena bingung harus melakukan apa, sementara tidur, saya belum mau
tidur, masih terlalu dini untuk memulai tidur malam ini. Dan bisa-bisa ketika
bangun tidur kepala saya sakit dan berputar-putar.
Menginjak minggu kedua bulan September ini, saya seperti jarang
tersenyum, hati saya selalu sensitive, dan merasa ingin marah. Entah kenapa.
Saya marahan dengan keadaan di bulan ini, saya terlambat masuk sekolah di bulan
ini, saya sakit di bulan ini. Jika September memang benar-benar menjelma sebuah
kutukan, saya berdoa supaya September segera usai, berganti dengan Oktober, dan
akan saya temukan keindahan yang luar biasa. Atau cukuplah sampai tanggal
sepuluh ini saja kutukan itu berlangsung. selebihnya biarkan September
memberikan keindahannya, memberikan kejutan-kejutan yang tak terduga, yang
dapat mengembangkan dada.
Detik ini, masih terasa sakit yang terkadang datang dan pergi.
Sesekali membaringkan tubuh di lantai yang tak beralaskan kasur, hanya untuk
meregangkan sendi-sendi yang terasa nyeri. Walaupun memang tidak memberikan
kesembuhan, tetapi memberikan kerilekan pada sendi-sendi yang sedang merana
kesakitan. Berbicara banyak saja saya seperti tidak kuat, melangkahkan kaki
untuk mengambil air minum rasanya berat dan lemas. Mata saya sudah tampak sayu.
Jika ada teman saya yang selalu peka pada keadaan saya, pasti dia sudah
mengatakan ‘kamu sakit, matamu sudah tampak sayu, istirahatlah dulu.’ Dan saya
hanya tersenyum membalas perhatiannya. Selanjutnya saya akan merasa baik-baik
saja, memaksakan diri untuk terus beraktifitas, akhirnya saya lupa tentang mata
saya, dan sembuhlah saya. Entah untuk rasa sakit yang sedang meradang saat ini.
Semoga cepat sembuh Badriyah. Kembali tersenyum di bulan September jangan
menunggu Oktober untuk tersenyum.
-Ketika lembayung senja mulai
berganti malam yang baru turun dan suara adzan saling bersahutan dari setiap
masjid.-
Bantul, sepuluh September dua ribu
tiga belas
Sama bu desminore saya juga merasakan kemaren skitar tanggal 9 sept, tapi alhamdulillah gak berlangsung lama dan bisa segera di obati.
ReplyDeleteKeep spiritt say...