Mereka, Guru Menulis Saya

0

Kali ini, saya ingin mencoba untuk mengabadikan komentar dan masukan teman-teman saya terhadap cerpen saya. Mereka yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca cerpen yang belum layak di baca dan memberikan beberapa masukan, karena memang saya ingin belajar  menulis. Mereka termasuk orang-orang yang peduli pada orang-orang yang mau belajar menulis.

Pertama, teman saya yang setia membantu saya dari sejak awal saya menulis yaitu Shahifurr Ridho Ilahi. Ia yang selalu saya kirimi cerpen selepas saya berhasil menyelesaikan satu atau dua buah cerpen. Ia juga yang menyuruh saya membaca Koran, memperkenalkan saya pada karya-karya  Pramudiya Ananta Toer, juga meminjamkan beberapa buku cerpennya untuk saya. Terkadang juga bukunya  menjadi milik saya, karena ia mengatakan bahwa ia sudah membacanya, maka buku itu untuk saya saja. Terimakasih yah.
Berikut beberapa potongan masukan yang masih saya ingat.
tata bahasamu masih belum baik la.
"belum datangi selama hampir 2 tahun setengah "
2 tahun harus ditulis dua tahun
jangan pake angka
lagi "ngaret" itu kan istilah
kata itu nggak baku
kata itu diciptakan oleh masyarakat yang sering melakukan itu
perlu kiranya kata itu di cetak miring
juga 'Teman laki-laki kamipun...' kami dan pun dipisah
kayaknya yang gitu dicerpenmu banyak deh....
kamu harus selesai dengan teknis macam gitu kalau tulisanmu mau bagus

Tentu saja yang saya cantumkan di atas itu hanya sebagian komentar Ridho pada cerpen saya. Sebenarnya masih banyak, ia mengoreksi cerpen pertama saya juga. Itu adalah koreksi untuk cerpenku yang entah ke berapa kalinya.
Kedua yaitu mas Amin. Beberapa kali melakukan perbincangan tentang cerpen saya. Untuk komentar yang pertama:
Cerpen kamu sangat cerewet, La. Selesaikan tehnis dulu. Kata dimana harus ditulis tepisah menjadi di mana, kata di cium, harus ditulis bergandengan menjadi dicium.
Mas Amin juga menganjurkan untuk membaca karya cerpenis besar terlebih dahulu diantaranya kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya AA Navis, Sarapan Pagi Penuh Dusta karya Puthut EA, Air Kaldera karya Jhoni Ariadinata, Saksi Mata Karya Seno Gumira, juga merekomendasikan cerpen yang ditulis oleh Roudal Tanjung Banua, Clara Ng, dan Yetti AKA. Ada hal penting lainnya yang dikomentari mas Amin, pertama dahulukan persoalan pokok, penulis cerpen bukanlah pembuat berita (cerpen saya yang berjudul bulik Iyem pada halaman satu-dua seperti liputan berita, katanya), kedua hubungan kejadian-kejadian yang diceritakan dalam cerpen itu, jangan membuat opini-opini sendiri, serta tetapkan tujuan menulis cerpen ini untuk apa, dengan siapa, karena sebuah karya bisa dikatakan juga sebagai alat komunikasi. Mas Amin juga mengutip teori Graham Weles dalam menciptakan sebuah karya sastra. ada empat tahap yang harus dilakukan dalam penciptaan sebuah karya. Pertama, preparasi, kedua inkubisi, ketiga, eliminasi, keempat ferivikasi. Dan akhirnya, Saya telah membaca sebagian karya-karya yang direkomendasikan. Sekarang Saya sedang membaca kumpulan cerpen Horison dFkH (dari Fansuri ke Handayani).
Ketiga adalah Muhammad Aswar yang berasal dari Sulawesi. Teman yang baru-baru ini saya kenal. Kebetulan saya termasuk panitia sebuah acara diskusi sastra yang diadakan di kampus. Dan tentu saja penyair yang satu ini tak pernah melewatkan diskusi sastra semacam ini. Acara berlanjut sampai malam hari di sebuah restoran, yang saya lupa namanya. Di situlah ada sedikit perbincangan diantara teman-teman saya dengan Mas Aswar. Tak mau ketinggalan kenalan sama penyair saya pun ikut nimbrung-nimbrung aja. Hehe. Sebelumnya saya mengenal dia dari tulisannya yang dimuat di Koran.
Belum banyak yang mas Aswar katakan kepada saya tentang cerpen saya. Hanya begini saja :
Ela, sering baca cerpen gak? Cerpennya bagus, tapi cuma perlu pelajari teknik penceritaan yang lebih segar, mungkin dengan baca cerpen penulis terdahulu bisa belajar tekniknya
Begitulah kira-kira. Karena memang Mas Aswar mengomentarinya melalui jejaring sosial facebook. Ia mengatakan kalau di facebook gak bisa komen banyak, nanti saja kalau aku maen ke Sanggar, mungkin kita bisa diskusi panjang, katanya. Tetapi sampai sekarang ternyata belum ada waktu yang berpihak pada sebuah perjumpaan untuk diskusi panjang lebar mengenai sastra.
Keempat adalah Mas Bernando J Sucipto. Ia seorang esais hebat. Tulisannya sudah banyak dimuat di media. Pernah ke Amerika juga, dan sekarang ia mau ke Turki untuk program masternya. Senang rasanya bisa kenal dan dapat ngobrol-ngobrol sama mas BJ, walau hanya lewat fb atau blognya yang sering saya kunjungi. Saya sering membaca tulisn-tulisannya di blog, terkadang saya simpan di leptop terkdang juga saya simpan di memori otak saya. Ada tulisannya yang selalu hadir di dalam otak saya yaitu tentang kesadaran berpolitik. Sampai sekang tulisan itu masih terngiang-ngiang di benak saya. Ia mengatakan bahwa semua orang harus sadra politik. Siapa pun itu.
Oke. Ini saya tuliskan komentarnya :
1. Secara berbahasa kamu sudah bagus. Cara kamu bernarasi juga sudah mulai lancar. Ceritamu lancar. Itu modal untuk kamu nulis terus
2. Dalam cerpen juga perlu dialog ya sbeagai pemanis. Kamu monoton dengan tidak memikirkan dialog. Ceritamu dipenuhi narasi semua. Saya merasa capek bacanya
3. Dalam Dialog jug abisa lho menggambarkan seting dan emosi
4. Cerita butuh konflik ya. Butuh karakter juga. Konflik dalam ceritamu kurang tergarap. Ceritamu datar-datar saja
5. Penggambaran seting kamu cukup bagus, tapi itu tidak cukup
6. Kamu harus belajar lagi ya untuk membubuhkan dialog yang perlu biar cerita manis dan enak
Itu saja dulu. Terus menulis ya
Begitulah kata mas BJ, dan saya banyak belajar.
Tak ketinggalan M Toyu Aradana. Ia adalah orang yang paling sering saya kirimi cerpen, keluhan, dan lain sebagainya. Ia teman diskusi yang menyenangkan. Hp adalah media kami untuk diskusi. Apa pun itu, di mana pun itu. Terimakasih selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan saya.
Selanjutnya adalah Mba Ira kenalan saya dari mba Nazil dulu, baru pertama kali ketemu, tapi aku sudah curhat-curhatan sama mba Ira. Pesan mba Ira adalah jadilah orang yang selalu memandang sesuatu itu berbeda, pandanglah sesuatu dari berbagai aspek. Jangan hanya satu aspek saja. Hehehe. mba Ira juga termasuk orang yang sering saya kirimi cerpen atau tulisan gak jelas saya. Elista Eka Lestari, teman-teman PBA dan teman-teman yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.


Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !