Tadi malam, saat aku hendak tidur, ada hawa dingin yang tiba-tiba
masuk melalui jendela kamar. Dingin itu tampak malu-malu untuk menyebarkan
hawanya ke pori-pori kulit. Gersang di malam hari memang sudah aku rasakan
berbulan-bulan di sini. Aku pribadi betapa merindukan dingin yang menciumi
kulitku. Sampai suatu ketika aku pernah berkirim pesan kepada teman dekatku
mengabarkan bahwa aku sangat merindukan dingin. Aku rindu selimut tebal yang
menempel manis menutupi seluruh tubuhku selain kepala. Berbulan-bulan selimut
itu terlipat rapi di atas kasur, sementara waktu, selimut itu hanya berguna
sebagai pemanis tempat tidur.
Malam ini pun, saat dingin masih malu-malu bercanda dengan kulitku,
aku masih enggan menarik selimutku. Aku masih ingin bercengkrama dengan dingin.
Ia seperti menggelitik kulit tanganku. Lembut. Dan aku tersenyum merasakannya.
Dingin yang aku rindukan akhirnya datang. Aku seperti ingin memeluk dingin yang
lama tak pernah singgah di malam-malamku.
Jendela kamar sengaja aku buka lebar-lebar. Aku ingin dingin lebih
leluasa masuk kamarku. Ingin rasanya aku katakan supaya jangan malu-malu,
tetapi dingin menjelma seperti putri yang berjalan amat pelan. Rupanya malam ini
dingin mengatas namakan dirinya sebagai tamu. Tamu yang baru pertama kali
datang dan bersikap malu-malu, grogi, kikuk, dan kaku. Tapi aku rangkul saja
dingin itu, dingin mengajakku bercanda. Aku semakin enggan untuk menutup jendela
kamarku hingga aku tertidur pulas.
Dalam mimpiku, dingin memelukku erat. Ia teramat anggun malam ini.
Dingin menyatu dengan bulan tsabit, dan gemintang bercahaya seperti lampu-lampu
kota dari kejauhan. Seperti titik-titik pena emas. Aku meleburkan diri bersama
malam, dingin, bulan tsabit, dan juga bintang.
***
Shubuh menjelang, menjelma seorang ibu yang membangunkan anak
bungsunya. Jendela kamarku masih tetap terbuka. Rupanya dingin sudah tidak
malu-malu. Tetapi aku masih enggan menarik selimutku. Aku keluarkan kepalaku
pada jendela yang terbuka. Kutatap bulan yang hadir di mimpiku, angin
menari-nari di wajahku, bermain-main dengan rambut yang masih kusut. Hawa
dingin perlahan-lahan kuhirup. Ia menciumiku. Aku menciuminya. Segar. Dingin.
Halus. Lembut. Tetap kubiarkan jendela kamarku terbuka sampai matahari melamar
sisa dingin di malam hari.
11 September 2013
Saat angin sepoi-sepoi mulai
bertandang kembali melalui pintu dapur.