Dingin Yang Bertandang Malu-malu Ke Kamarku

0

Tadi malam, saat aku hendak tidur, ada hawa dingin yang tiba-tiba masuk melalui jendela kamar. Dingin itu tampak malu-malu untuk menyebarkan hawanya ke pori-pori kulit. Gersang di malam hari memang sudah aku rasakan berbulan-bulan di sini. Aku pribadi betapa merindukan dingin yang menciumi kulitku. Sampai suatu ketika aku pernah berkirim pesan kepada teman dekatku mengabarkan bahwa aku sangat merindukan dingin. Aku rindu selimut tebal yang menempel manis menutupi seluruh tubuhku selain kepala. Berbulan-bulan selimut itu terlipat rapi di atas kasur, sementara waktu, selimut itu hanya berguna sebagai pemanis tempat tidur.


Malam ini pun, saat dingin masih malu-malu bercanda dengan kulitku, aku masih enggan menarik selimutku. Aku masih ingin bercengkrama dengan dingin. Ia seperti menggelitik kulit tanganku. Lembut. Dan aku tersenyum merasakannya. Dingin yang aku rindukan akhirnya datang. Aku seperti ingin memeluk dingin yang lama tak pernah singgah di malam-malamku.
Jendela kamar sengaja aku buka lebar-lebar. Aku ingin dingin lebih leluasa masuk kamarku. Ingin rasanya aku katakan supaya jangan malu-malu, tetapi dingin menjelma seperti putri yang berjalan amat pelan. Rupanya malam ini dingin mengatas namakan dirinya sebagai tamu. Tamu yang baru pertama kali datang dan bersikap malu-malu, grogi, kikuk, dan kaku. Tapi aku rangkul saja dingin itu, dingin mengajakku bercanda. Aku semakin enggan untuk menutup jendela kamarku hingga aku tertidur pulas.
Dalam mimpiku, dingin memelukku erat. Ia teramat anggun malam ini. Dingin menyatu dengan bulan tsabit, dan gemintang bercahaya seperti lampu-lampu kota dari kejauhan. Seperti titik-titik pena emas. Aku meleburkan diri bersama malam, dingin, bulan tsabit, dan juga bintang.
***
Shubuh menjelang, menjelma seorang ibu yang membangunkan anak bungsunya. Jendela kamarku masih tetap terbuka. Rupanya dingin sudah tidak malu-malu. Tetapi aku masih enggan menarik selimutku. Aku keluarkan kepalaku pada jendela yang terbuka. Kutatap bulan yang hadir di mimpiku, angin menari-nari di wajahku, bermain-main dengan rambut yang masih kusut. Hawa dingin perlahan-lahan kuhirup. Ia menciumiku. Aku menciuminya. Segar. Dingin. Halus. Lembut. Tetap kubiarkan jendela kamarku terbuka sampai matahari melamar sisa dingin di malam hari.
11 September 2013

Saat angin sepoi-sepoi mulai bertandang kembali melalui pintu dapur.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !