Kurang lebih dua minggu saya tinggal di desa ini, dan mencoba untuk
berbaur bersama masyarakat setempat. Mesjid adalah salah satu tempat yang kami
pilih untuk menjadi tempat saling berinteraksi bersama masyarakat. Memasuki
bulan Ramadhan, mesjid terlihat sibuk karena menjadi pusat aktifitas
masyarakat.
Dimulai dari waktu sahur, salah satu warga sudah siap untuk
membangunkan masyarakat setempat untuk makan sahur, waktu shubuh, masyarakat
memenuhi mesjid sampai pada pelatarannya untuk melaksanakan shalat shubuh
berjamaah disambung dengan kuliah shubuh oleh pemuka agama setempat. Setelah
ashar pun. Anak-anak TPA sibuk belajar menimba ilmu di mesjid, kemudian disusul
oleh pengajian ibu-ibu bersama bapak-bapak, dan ditutup dengan kultum sebelum
buka puasa. Kegiatan keagamaan di bulan Ramadhan ini tidak hanya sampai pada
buka puasa bersama di mesjid, tetapi masih ada shalat berjamaah Isya dan
Terawih, kemudian dilanjutkan dengan Tadarusan bersama bapak-bapak samapai jam
Sembilan. Tak lupa anak kecil pun ikut bersemangat untuk melakukan tadarus
bersama dengan dibimbing oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan pengabdian
masyarakat sebagai salah satu tugas yang diemban dari kampus yang biasa disebut
Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Ketika saya mengikuti buka bersama di mesjid untuk peratama
kalinya, sungguh saya terkejut karena masjid benar-benar dipenuhi oleh
masyarakat, bapak-bapak, ibu-ibu, anak kecil, juga pemuda setempat. Karena rasa penasaran saya yang tak dapat
dibendung, saya tanyakan kepada ibu-ibu pengajian setelah sebelumnya saya
bersama teman saya bersalaman kepada seluruh jamaah ibu-ibu, sekaligus
memperkenalkan diri bahwa kami adalah mahasiswa yang sedang KKN di desa ini.
Saya tanyakan kepada ibu-ibu itu tentang pelaksanaan buka puasa bersama ini,
dan ibu-ibu itu menjawab bahwa hal ini akan berlangsung selama satu bulan penuh
selama bulan ramadhan, dan kegiatan ini sudah berjalan tiga tahun. Kegiatan ini
dapat berjalan secara berangsur-angsur, tiga tahun yang lalu, pelaksanaan buka
puasa hanya dilaksanakan satu minggu satu kali, kemudian lama-kelamaan ada
gagasan untuk melaksanakan buka puasa bersama setiap hari. Adapun yang
mempersiapkan menu buka puasa adalah masyarakat setempat dengan system
pembagian jadwal. Masayrakat di desa ini terdiri dari tiga RT, dan setiap
harinya ada empat kepala keluarga yang harus mempersiapkan menu buka puasa. Dan
begitulah selanjutnya.
Pelaksanaan shalat subuh pun tak kalah ramainya. Mesjid tetap
penuh, dan setelah berjamaah saya melihat semua jamaah dengan kompaknya
memasukan uang yang dirahasiakan nominalnya kedalam kotak amal yang diputar
dari jamaah satu ke jamaah yang lain. Terbersit rasa malu karena sepertinya
hanya saya sendiri yang tidak memasukkan uang ke dalam kotak amal tersebut. Untuk
keesokan harinya semoga saya ingat untuk membawa uang sepeser atau dua peser
rupiah untuk saya masukkan ke dalam kotak amal. Inilah salah satu kekaguman
saya kepada masyrakat desa ini. Terlepas dari apakah kegiatan keagamaan ini
hanya berlangsung saat bulan Ramadhan saja atau tidak.
Tak ada yang sempurna dalam hal apapun itu. Termasuk dalam kegiatan
keagamaan ini. Untuk beberapa kegiatan, seperti kegiatan tadarus setelah
berjamaah shalat tarawih, hanya segelintir orang saja yang mengikuti kegiatan
ini. Jika diprosentasekan hanya 10% saja yang melaksakan kegiatan ini, 4%
bapak-bapak, dan 6% anak kecil yang belajar iqro dan al-quran.
Adapun tentang kelancaran
dan ketartilan dalam mengaji, bapak-bapak yang mengaji ini, belum bisa
dikatakan bagus dan lancar. Masih terjadi kesalahan dalam tajwid dan huruf
hijaiyah yang terbalik-balik dalam membacanya. Sungguh keadaan yang mengiris
dada.
Dalam sebuah perbincangan, mereka mengakui bahwa mereka belum dapat
mengaji dengan lancar dan mereka Alhamdulillah masih mau belajar sampai saat
ini. Hal yang mereka keluhkan tentang keadaan ini, bahwa desa ini kekurangan
SDM yang mampu mengajar al-quran dengan baik. Baik dari pemuda atau pun dari
golongan orang tua. Para pemuda, biasanya setalah masuk SMP mereka enggan pergi
ke mesjid untuk belajar mengaji atau mengajar mengaji bagi yang sudah mumpuni.
Itulah hal yang disayangkan di desa ini. Untuk imam saat shalat berjamaah,
masih saya temukan beberapa imam yang keliru dalam membaca surat-surat pendek
yang dibacakan.
Sempat terlintas dalam benak saya, haruskah saya mengabdikan diri
untuk pendidikan, mengajar siapapun yang mau belajar, di mana pun itu, terutama
di tempat yang benar-benar membutuhkan pendidikan dan pengajaran sebagai usaha
untuk mencerdaskan pemuda dan pemudi di bumi pertiwi? Tetapi saya pun berpikir
kembali, saya belum terlampau mapan (materi) untuk mengabdikan diri, tentunya
saya memerlukan biaya untuk hidup guna memenuhi kebutuhan pribadi saya. Artinya
saya masih harus bekerja untuk mendapatkan uang. Tak mungkin adanya, jika saya
mengabdikan diri dan saya meminta pungutan biaya kepada masyarakat sekitar.
Sudah menjadi rahasia bersama kiranya, bahwa angka kemiskinan di bumi pertiwi
kita masih sangat tinggi.
Sungguh, saya ingin ikut andil dalam memajukan bumi pertiwi kita,
salah satu yang dapat saya lakukan adalah dibidang pendidikan, mendirikan taman
baca, dan melatih keterampilan berbahasa. Dan tentu besar keinginan saya, untuk
dapat melaksanakan kegiatan ini dengan suka rela, tapi entah bagaimana caranya.
Semoga Allah swt, dapat memberikan jalan dan memudahkan rezeki
untuk saya dan orang-orang yang peduli terhadap pendidikan, dan keadaan sosial
masyrakat. Amin.