Kehidupan beragama di Ringin Harjo Bantul

0

Kurang lebih dua minggu saya tinggal di desa ini, dan mencoba untuk berbaur bersama masyarakat setempat. Mesjid adalah salah satu tempat yang kami pilih untuk menjadi tempat saling berinteraksi bersama masyarakat. Memasuki bulan Ramadhan, mesjid terlihat sibuk karena menjadi pusat aktifitas masyarakat.
Dimulai dari waktu sahur, salah satu warga sudah siap untuk membangunkan masyarakat setempat untuk makan sahur, waktu shubuh, masyarakat memenuhi mesjid sampai pada pelatarannya untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah disambung dengan kuliah shubuh oleh pemuka agama setempat. Setelah ashar pun. Anak-anak TPA sibuk belajar menimba ilmu di mesjid, kemudian disusul oleh pengajian ibu-ibu bersama bapak-bapak, dan ditutup dengan kultum sebelum buka puasa. Kegiatan keagamaan di bulan Ramadhan ini tidak hanya sampai pada buka puasa bersama di mesjid, tetapi masih ada shalat berjamaah Isya dan Terawih, kemudian dilanjutkan dengan Tadarusan bersama bapak-bapak samapai jam Sembilan. Tak lupa anak kecil pun ikut bersemangat untuk melakukan tadarus bersama dengan dibimbing oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan pengabdian masyarakat sebagai salah satu tugas yang diemban dari kampus yang biasa disebut Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Ketika saya mengikuti buka bersama di mesjid untuk peratama kalinya, sungguh saya terkejut karena masjid benar-benar dipenuhi oleh masyarakat, bapak-bapak, ibu-ibu, anak kecil, juga pemuda setempat.  Karena rasa penasaran saya yang tak dapat dibendung, saya tanyakan kepada ibu-ibu pengajian setelah sebelumnya saya bersama teman saya bersalaman kepada seluruh jamaah ibu-ibu, sekaligus memperkenalkan diri bahwa kami adalah mahasiswa yang sedang KKN di desa ini. Saya tanyakan kepada ibu-ibu itu tentang pelaksanaan buka puasa bersama ini, dan ibu-ibu itu menjawab bahwa hal ini akan berlangsung selama satu bulan penuh selama bulan ramadhan, dan kegiatan ini sudah berjalan tiga tahun. Kegiatan ini dapat berjalan secara berangsur-angsur, tiga tahun yang lalu, pelaksanaan buka puasa hanya dilaksanakan satu minggu satu kali, kemudian lama-kelamaan ada gagasan untuk melaksanakan buka puasa bersama setiap hari. Adapun yang mempersiapkan menu buka puasa adalah masyarakat setempat dengan system pembagian jadwal. Masayrakat di desa ini terdiri dari tiga RT, dan setiap harinya ada empat kepala keluarga yang harus mempersiapkan menu buka puasa. Dan begitulah selanjutnya.
Pelaksanaan shalat subuh pun tak kalah ramainya. Mesjid tetap penuh, dan setelah berjamaah saya melihat semua jamaah dengan kompaknya memasukan uang yang dirahasiakan nominalnya kedalam kotak amal yang diputar dari jamaah satu ke jamaah yang lain. Terbersit rasa malu karena sepertinya hanya saya sendiri yang tidak memasukkan uang ke dalam kotak amal tersebut. Untuk keesokan harinya semoga saya ingat untuk membawa uang sepeser atau dua peser rupiah untuk saya masukkan ke dalam kotak amal. Inilah salah satu kekaguman saya kepada masyrakat desa ini. Terlepas dari apakah kegiatan keagamaan ini hanya berlangsung saat bulan Ramadhan saja atau tidak.
Tak ada yang sempurna dalam hal apapun itu. Termasuk dalam kegiatan keagamaan ini. Untuk beberapa kegiatan, seperti kegiatan tadarus setelah berjamaah shalat tarawih, hanya segelintir orang saja yang mengikuti kegiatan ini. Jika diprosentasekan hanya 10% saja yang melaksakan kegiatan ini, 4% bapak-bapak, dan 6% anak kecil yang belajar iqro dan al-quran.
   Adapun tentang kelancaran dan ketartilan dalam mengaji, bapak-bapak yang mengaji ini, belum bisa dikatakan bagus dan lancar. Masih terjadi kesalahan dalam tajwid dan huruf hijaiyah yang terbalik-balik dalam membacanya. Sungguh keadaan yang mengiris dada.
Dalam sebuah perbincangan, mereka mengakui bahwa mereka belum dapat mengaji dengan lancar dan mereka Alhamdulillah masih mau belajar sampai saat ini. Hal yang mereka keluhkan tentang keadaan ini, bahwa desa ini kekurangan SDM yang mampu mengajar al-quran dengan baik. Baik dari pemuda atau pun dari golongan orang tua. Para pemuda, biasanya setalah masuk SMP mereka enggan pergi ke mesjid untuk belajar mengaji atau mengajar mengaji bagi yang sudah mumpuni. Itulah hal yang disayangkan di desa ini. Untuk imam saat shalat berjamaah, masih saya temukan beberapa imam yang keliru dalam membaca surat-surat pendek yang dibacakan.
Sempat terlintas dalam benak saya, haruskah saya mengabdikan diri untuk pendidikan, mengajar siapapun yang mau belajar, di mana pun itu, terutama di tempat yang benar-benar membutuhkan pendidikan dan pengajaran sebagai usaha untuk mencerdaskan pemuda dan pemudi di bumi pertiwi? Tetapi saya pun berpikir kembali, saya belum terlampau mapan (materi) untuk mengabdikan diri, tentunya saya memerlukan biaya untuk hidup guna memenuhi kebutuhan pribadi saya. Artinya saya masih harus bekerja untuk mendapatkan uang. Tak mungkin adanya, jika saya mengabdikan diri dan saya meminta pungutan biaya kepada masyarakat sekitar. Sudah menjadi rahasia bersama kiranya, bahwa angka kemiskinan di bumi pertiwi kita masih sangat tinggi.
Sungguh, saya ingin ikut andil dalam memajukan bumi pertiwi kita, salah satu yang dapat saya lakukan adalah dibidang pendidikan, mendirikan taman baca, dan melatih keterampilan berbahasa. Dan tentu besar keinginan saya, untuk dapat melaksanakan kegiatan ini dengan suka rela, tapi entah bagaimana caranya.
Semoga Allah swt, dapat memberikan jalan dan memudahkan rezeki untuk saya dan orang-orang yang peduli terhadap pendidikan, dan keadaan sosial masyrakat. Amin.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !