Dini hari, di Timoho Gendeng 999A.

0

Inilah kali pertamanya aku berjalan sendiri pada jam 03.17 dini hari. Udara masih terasa dingin, daun-daun masih tenang, pohon masih terlihat hitam dan menakutkan, seperti hantu-hantu raksasa, rel kereta memanjang melintang di sampingku, penuh embun yang jatuh di sana. Suara langkah kaki, terdengar lebih nyaring daripada biasanya, diiringi hembusan nafas yang jelas terdengar telinga.

Sepi. Tapi tak sesepi bulan-bulan yang lain. Ini bulan Ramadhan. Semua umat Islam pasti sudah terjaga untuk melaksanakan makan sahur. Dan karena bulan Ramadhanlah aku berani berjalan sendiri ke arah Barat untuk membeli sebungkus nasi. Kata guru ngajiku dulu, pada saat bulan Ramadhan setan-setan diikat, di penjara, sehingga tak ada setan yang menggoda manusia. Alasan ini pulalah yang mendukung keberanianku. Aku percaya bahwa di rel kereta api yang penuh dengan cerita-cerita mistis tentang perempuan berambut panjang, tentang laki-laki yang menangis, tentang para korban bunuh diri, dan lain sebagainya, tak akan berani menampakkan diri pada dini hari ini. 
Aku terus berjalan. Sepanjang jalan Gendeng, tak kutemui satu orang pun, hanya terdengar suara sayup-sayup dari salah satu rumah yang aku lewati.
“Ah, beginilah hidup di daerah rantau. Apa-apa sendiri tak ada yang menemani, kecuali kalau punya pacar, masih ada kemungkinan ada yang menemani di mana pun berada.” Hatiku menceracau.
 “ Lha terus kamu kok sendiri? Kamu ndak punya teman, La? Dan juga tak punya pacar?
“Tentu saja aku punya banyak teman, tetapi teman-temanku sekarang sedang berada di daerah tugasnya masing-masing. Kami semua sedang melaksanakan PPL-KKN.”
Dari kos, aku berharap bertemu seseorang yang aku kenal, siapa pun itu, tapi hasinya nihil, tak ada satu teman pun yang berkeliaran dini hari ini, mungkin teman-temanku yang kebetulan tidak sedang KKN, atau yang sudah KKN tengah menikmati santap sahur di kos masing-masing.
Sampai di depan warung nasi Padang. Langsung kupesan satu bungkus nasi dan ikan nila. Akan kusantap di kos saja. Supaya lebih santai. Kulemparkan pandanganku ke arah oang-orang yang sedang dan telah makan sahur di sana, tetap tak ada yang aku kenali.
Berjalan kembali, sendiri, tentunya setelah membayar nasi padangku, kulihat ada satu motor terjatuh di jalan raya. Mungkin pengemudinya mengantuk, pikirku. Berhenti sebentar. Tetapi langsung aku lanjutkan perjalananku tanpa berpikir panjang.

Juli 2013

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !