Setelah membaca catatan kebudayaan di majalah Horizon edisi bulan
Juni yang ditulis oleh Taufiq Ismail tentang Mendidik Anak Bangsa Cinta Membaca
Buku dan Piawai Menulis, saya seperti mendapatkan sebuah kesadaran bahwa
problematika pembelajaran bahasa, baik bahasa kedua atau bahasa ibu sama.
Catatan kebudayaan ini, di awali dengan kritik dan saran buku ajar
bahasa Indonesia kelas VII dan X. Masukan untuk buku pertama, Secara langsung
Taufiq menghargai buku teks ini, akan tetapi ada kekhawatiran yang dalam pada
buku teks ini, Taufiq hanya menemukan dua kata sastra dalam buku ajar bahasa
dan sastra Indonesia. Dalam glosarium pun, Taufiq tidak menemukan pengertian
makna dari kata sastra. Sangat ironi. Buku teks yang mendaulatkan diri sebagai
buku bahasa dan sastra Indonesia hanya menyantumkan dua kata sastra. Artinya
dalam kejadian ini, sastra tidak menjadi perhatian lebih dari para pengarang
buku teks bahasa Indonesia juga dari para guru.
Masukan untuk buku kedua, Taufiq tidak mengatakan banyak hal, hanya
mengatakan pelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA adalah:
Kelas X: Membaca dan menulis karangan
Kelasa XI: Membaca dan menulis karangan
Kelas XII: Membaca dan menulis karangan
Di sini, Taufiq sangat menganjurkan untuk membaca dan menulis.
Taufiq menginginkan system pembelajaran bahasa yang pernah dilaksanakan pada
zaman kolonial Belanda diterapkan kembali pada zaman sekarang. Pembelajaran
bahasa pada zaman colonial Belanda mewajibkan membaca 36 buku dalam tiga tahun,
dan membuat karangan sebanyak 108 dalam tenggang waktu tiga tahun. Pembelajaran
bahasa di SMA tidak lagi mempelajari tata bahasa yang selalu diagung-agungkan
sampai sekarang. Tata bahasa cukup diajarkan ketika SD dan SMP. Ketika siswa
memasuki SMA siswa hanya dianjurkan untuk membaca dan menulis. Pembelajaran
tata bahasa diajarkan ketika siswa menulis melalui koreksi yang dilaksanakan
oleh guru, koreksi tentang tata bahasa saat siswa belajar menulis akan lebih
melekat daripada pembelajaran bahasa yang meliputi pengertian-pengertian saja.
Pembelajaran seperti inilah yang terjadi di Eropa, Amerika dan Jepang hari ini.
Indonesia seharusnya menerapkan system ini kembali, karena dahulu kala system
ini pernah berlaku, dan menghasilkan para tokoh cendekiawan dan pemimpin bangsa
yang mampu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di sini, saya sebagai mahasiswa pendidikan bahasa Arab, melihat
bahwa pembelajaran bahasa yang mengagungkan tata bahasa terjadi pula dalam
pembelajaran bahasa Arab, juga dalam pembelajaran bahasa Inggris. Selama saya
belajar bahasa Arab dari SD sampai SMA yang diajarkan selalu tentang bahasa
(nahwu dan sharaf) yang memang tidak dapat dipungkiri bahwa tata bahasa Arab
memang lebih sulit dan rumit dibandingkan dengan bahasa Inggris atau Indonesia.
Akan tetapi saya melihat, bahwa kesulitan ini dapat diatasi ketika pembelajaran
bahasa asing langsung diterapkan dalam praktik membaca dan menulis juga untuk
keterampilan berbicara. Di sinilah kita akan benar-benar belajar bahasa juga
tentang bahasa. Ketika kita belajar membaca teks arab, kita akan lebih sering
membuka kamus, secara tidak langsung kita belajar I’rob, ketika kita belajar
menulis kita juga belajar tata bahasa. Guru akan membenarkan bagaimana susunan
mubtada dan khobar yang benar, susunan fiil dan fail yang benar, bagaimana
susunan khobar yang didahulukan dan mubtada yang diakhirkan. Akan banyak sekali
kita belajar tata bahasa saat menulis. Dan hasilnya akan sangat melekat, tidak
hanya sebatas teori.
Sekarang, sudah saatnya pembelajaran bahasa asing mengalami
perubahan besar-besaran. Supaya tidak menyia-nyiakan waktu pembelajaran yang
seharusnya dalam kurun waktu 12 tahun, kita sudah menjadi ahli bahasa Arab dan
ahli bahasa Inggris. Tetapi dalam kenyataannya tidak sama sekali. Realita yang
sangat menyedihkan.
Bagi saya hal ini, menjadi sebuah teguran yang sangat dalam sebagai
calon guru bahasa Arab. Artinya saya pun harus menjadi bagaian dari perubahan
itu, saya harus mampu menerapkan system yang dahulu diterapkan dalam pembelajaran
bahasa Ibu. Dan sekarang menurut hemat penulis, system yang dahulu diterapkan,
sangat relevan diterapkan dalam system pembelajaran bahasa asing.