Mereka Penghilang Lelah

0



Saat inilah, aku baru mampu tersenyum tulus kepada anak-anak kecil. Aku menyatu bersama mereka tanpa ragu, berbincang dan belajar bersama mereka tanpa jarak, aku melebur bersama dunia yang benar-benar baru. Hatiku tergugah, hatiku bicara, bahwa aku tak rela meninggalkan mereka dalam banyak ketidak-tahuan. Bahwa dari hatiku yang paling tulus, aku ingin mengajar mereka tanpa lelah, mengajak mereka untuk membaca buku, menulis, dan berdiskusi.  Merekalah yang akan menetukan peradaban bangsa kita di masa depan. Merekalah penerus pejuang Islam di masa yang akan datang. Jika harus jujur, sebelumnya aku adalah orang yang tak suka kepada anak kecil, seandainya aku menyapa mereka itu hanya sekedar basa basi semata. Dan memang tak pernah ada anak kecil yang akrab denganku. Mungkin mereka tahu bahwa senyum serta pertanyaan-pertanyaan kecil yang aku lontarkan hanyalah basa-basi, tidak berdasar dari hati yang tulus.
Di usianya yang masih sangat belia, mereka tumbuh dengan semangat belajar yang tinggi, mereka berlomba-lomba belajar mengaji Iqro, supaya kelak, mereka mampu membaca al-quran dengan lancar. Mereka seringkali terkagum-kagum pada orang-orang dewasa yang begitu lancar mengaji tanpa jeda. Sama seperti adikku dahulu, ketika ia belum belajar di pondok pesantren, ia pernah mengatakan aku ingin mengaji lancar dan cepat seperti ‘Teteh’.[1] Dan kini mereka, anak-anak di kampung Ringin Harjo pun mempunyai keinginan dan semangat yang sama seperti adikku beberapa tahun yang lalu.
Mereka penghilang lelah, pelepas dahaga di padang gersang. Setelah lelah mengerjakan berbagai kegiatan: Menyampul buku di Perpustakaan, Membersihkan Laboratorium IPA, memasukkan data siswa di sekolah, aku seperti mempunyai tempat berpulang yang membahagiakan: Mesjid, tempat anak-anak kecil belajar iqro dan al-quran. Aku selalu dihampiri perasaan tidak sabar ingin bertemu mereka, bercanda dan tentunya belajar bersama. Terimakasih kuhaturkan kepada Pemilik Hati, yang telah memberikan perasaan ini kepadaku.
Ada satu anak kelas enam yang biasa belajar mengaji Iqro kepadaku. Setelah beberapa kali mengaji bersamaku, dan lumayan dekat denganku karena ternyata aku dan dia mempunyai hobi yang sama: Membaca. Setiap kami bertemu, kami selalu membicarakan buku yang sedang kami baca, pembicaraan terakhir kami adalah dia baru saja membeli lima buku, salah satu bukunya adalah membca pikiran orang China. Dan aku baru saja meminjam buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, kumpulan surat Kartini yang dikirim kepada teman-temannya di Belanda: Abendanoon, Stella, dan lain-lain dari perpustakaan MAN Gandekan Bantul. Betapa terkejutnya aku, ternyata ia tahu buku itu. Sungguh, aku merasa bahagia bertemu dengan seorang siswa kelas enam yang cinta membaca. Oh iya, sebenarnya ia sudah mengaji Al-Quran, tetapi ia ingin membenarkan bacaannya dahulu, sehingga ia mau belajar iqro lagi. Aku senang mendengar itu, dan aku pun siap mengajarnya sampai ia benar-benar mampu mengaji Al-Quran dengan baik.
Ada lagi seorang anak kecil yang aku ajari tentang mengucapkan huruf hijaiyah yang benar. Ia tertawa tawa saat melihat dan mendengarkanku mengucapkan huruf-huruf hijaiyah. Ia harus belajar lebih keras lagi untuk mengucapkan hurf GHA yang benar. Hari ini, ia masih belum mampu mengucapkan huruf itu dengan benar, masih terbalik-balik dengan huruf KHO, pelafalan hurf GHA masih sama seperti huruf KHA, tetapi ia terus belajar walau sembari tersenyum malu-malu di depanku.
. Ketulusan akan berbalas ketulusan pula. Aku merasakan ketulusan yang dalam saat mereka menyapa dan tersenyum kepadaku. terimakasih Allah, Aku sayang kalian adik-adik genarasi bangsa pertiwi. 




[1] Panggilan untuk Kakak perempuan dalam bahasa sunda

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !