Tentang Dia

0


Malam datang, langit cerah, rembulan telah tampak walau tidak sempurna, angin ikut bersahabat dengan malam bersama pohon, bersama ranting, bersama daun, bersama bunga, bersama cahaya, bersama dinding, bersama atap, bersama kulit, bersama pori, bersama rambut, bersama tubuh.
Perempuan itu duduk di kursi di bawah pohon cemara yang belum terlalu rindang daunnya. Ia tampak tidak seperti biasanya, matanya sembab, wajahnya pilu, senyumnya hilang, manisnya tiada, dan ia lebih sering menundukan kepalanya. Ia seperti tengah menghadapi sebuah masalah yang berat, tapi entah apa, nafasnya terlihat berat, terkadang ia menarik nafas, menahannya, dan menghembuskannya dengan beraturan, tetapi walaupun begitu tampak jelas bahwa dia sedang menyimpan sesuatu, yang entah apa namanya itu.
Aku hampiri dia, sebagai orang yang lebih sering bersamanya walaupun hubungan kami bukanlah seperti teman dekat, tetapi lebih pada hubungan tim yang harus selalu kompak, peka, dan respon. Di sini aku lebih tahu tentang psikologis setiap orang karena aku memang bertugas untuk itu. Setiap malam aku memperhatikan mereka satu per satu. Dan malam ini, kudapati dia, seorang perempuan jawa yang anggun, tengah murung sediri di bawah pohon cemara.
“hei, sendirian saja?’’ tanyaku,
Ia hanya tersenyum saja.
“kenapa? ada masalah?”kataku
Ia masih saja tersenyum, tetapi diam-diam matanya mulai dibasahi oleh air mata. Ada yang mengalir di pipiny perlahan.
“hei, kau menangis sayang? Ada apa? ceritakanlah padaku, apa yang menjadikan air matamu turun perlahan!”
Dengan pelan ia menjulurkan pergelangan tangan kanannya. Seketika aku kaget melihatnya, ada beberapa pertanyaan dalam benakku, kenapa? Hei....
“aku punya penyakit mba, aku gila”
Aku mengerutkan kening penuh tanya, sembari terus saja memegang tangannya dan melihat air mata yang terus saja mengalir.
“mba tahu self indjury? Suatu keinginan melukai diri sendiri untuk mendapatkan kepuasan?”
“iy, aku tahu sayang”
‘itu yang terjadi padaku mba, akupun tidak tahu kenpa hal ini terjadi, ini kedua kalinya aku melukai diri sendiri”
Ada perasaan tak percaya akan apa yang aku dengar malam ini, perempuan seanggun ini mempunyai penyakit seperti ini, aku tak habis pikir, apa yang menyebabkannya terjadi, aku pikir kehidupannya sempurna-sempurna saja.
“ketika aku duduk di bangku SMA aku tidak punya teman mba, aku hanya sendiri, aku merasa menjadi orang asing diantara teman-temanku. Tak pernah ada yang menghiraukanku, padahal, guru-guru menyenangi aku, saat itulah keinginan itu ada, memang pertamanya aku melihat film yang mengangkat tema ini. dan entahlah, apa aku merasa terinspirasi atau bagaimana, tetapi dengan tiba-tiba, niat untuk melakukan hal itu terus saja menjadi-jadi, dan akhirnya seperti ini”
Perempuan yang malang batinku. Perempuan secantik kau, perempuan sebaik kau, bagaimana mungkin tak mempunyai teman dan melakukan hal seperti itu? Aku tak habis pikr, selama aku mengenal dia, aku tak pernah merasa kesal kepadanya. Bukankah itu berarti kalau perangai dia baik? tapi, kenapa?
“begitulah mba, dan aku juga gak tahu hal ini terjadi, padahal setelah aku melakukan hal ini, ada perasaan menyesal yang menyerang dadaku dengan sangat”
Aku hanya mengelus punggung perempuan malang itu, mengusap air mata di pipinya, memandang pergelangan tangannya yang penuh goresan luka berwarna merah.
“sayang, jangan lakukan ini lagi, kasihan tangan putihmu, meninggalkan bekas luka yang banyak, membuat tak indah lagi tangan lenjangmu”

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !