Ini adalah pengalaman kehamilanku yang kedua, setelah kehamilan pertama gugur di usia minggu ketujuh.
Menemukan provider yang tepat untuk persalinan adalah hal yang susah-susah gampang. Sebagai perantau, aku dan suami harus meriset satu per satu puskesmas, klinik, dan RSKIA yang ada di kota tempat kami tinggal: Bantul. Kami melakukan riset melalui google dengan membaca berbagai review pengalaman orang lain, juga menelpon provider-provider tsb. Selain itu, kami juga mencoba melakukan pemeriksaan kehamilan di provider yang kami pilih. Hasil riset kami cukup meresahkan. Karena tidak ada provider yang sesuai ekspektasi kami. Kebanyakan provider di sini mendapatkan review yang buruk dari pasien. Entah pelayanan administrasi yang ribet, pemeriksaan yang terburu-buru, para dokter atau bidan yang tidak membuka ruang konsultasi dan diskusi bagi pasien, juga pelayanan yang jutek atau judes.
Aku sendiri mendapatkan pengalaman buruk saat memastikan beberapa hal pada seorang bidan di salah satu rumah sakit di sini. Padahal hal yang aku pastikan adalah hal-hal umum. Aku konsultasi tentang keberadaan pelayanan saat hari lebaran karena HPLku pas tanggal 1 Syawal, juga menanyakan keberadaan IMD (inisiasi menyusu dini), fasilitas room in bersama bayi, menanyakan berapa orang yang bisa mendampingi persalinan karena aku berencana menggunakan jasa doula, kemungkinan-kemungkinan kedaruratan yang terjadi sehingga harus dilakukan tindakan cesar atau yang lainnya, dan tentang BPJS. Ya, pertanyaan-pertanyaan itu dijawab namun berujung pada judgment bahwa aku baru saja membaca artikel aneh-aneh. “Mbak gak usah baca artikel aneh-aneh, nanti ikutin aja apa yang dikatakan bidan atau dokter, kalau disuruh ngeden ya ngeden.” Aku berpikir keras, apa yang aneh dari pertanyaan-pertanyaan tersebut ya? Aku hanya memastikan bahwa provider yang aku pilih adalah provider yang tepat dan sesuai dengan Birth Planku. Dan judgment itu diutarakan dua kali. Di balik masker yang aku gunakan, air mataku berlinang.
Baikah, jika petugas kesehatan menjudgmentku seperti itu, please lakukan edukasi padaku apa saja yang harus dipersiapkan menjelang kelahiran. Lah edukasi di ruang pemeriksaan saja nggak ada. So, aku perlu mengedukasi diri sendiri tanpa bantuan petugas kesehatan. Karena mereka juga nggak ngasih informasi apa-apa. Bahkan terkait pentingnya 1000 hari emas anak saja aku nggak dapat edukasi. Huhuhu. Jadi rencana melahirkan di RS terdekat dan terjangkau oleh kami, kami batalkan. Kami mencoba mencari alternatif lain.
Dalam usaha mencari alternatif lain, hal yang kami lakukan adalah pergi ke kantor BPJS. Bertanya dan memastikan apakah kami yang tinggal di Bantul ini bisa memindahkan faskes kami ke kabupaten atau kota yang lain? Ternyata bisa dan mudah sekali prosesnya. Kita hanya perlu mendownload aplikasi BPJS dan setelah itu melakukan perubahan data faskes. Perubahan ini akan aktif di bulan berikutnya. Setiap orang juga bisa memindahkan faskesnya setiap empat bulan sekali. Akhirnya aku memindahkan faskes 1 dan 2 ke kabupaten Sleman. Faskes 1 aku adalah Klinik UIN Sunan Kalijaga, dan faskes 2 aku adalah RSKIA Sadewa. Pelayanan di dua faskes ini masuk kriteria kami berdua. Di usia kehamilanku yang ke 34 aku baru memutuskan provider persalinanku. Hal itu menenangkan sekali. Para petugas kesehatan yang memberikan informasi, para dokter dan bidan yang menjelaskan hasil pemeriksaan, juga mendengarkan apa yang ditanyakan oleh pasien, serta menjawab hal-hal yang dikhawatirkan. Selain itu, di sini juga ada seperangkat alat untuk mempermudah pembukaan selama proses kontraksi, misalnya birthing ball. So I am happy for this.
Saat ini, usia kehamilanku adalah 38 minggu. Rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu bayi yang tumbuh dan berkembang dalam perutku. Menanti kelahiran minim trauma, minim rasa sakit dan membahagiakan.
30 April 2021
