Oleh: Layla Badra Sundari*
Tiba-tiba
saja mencuri itu di halalkan oleh dirinya sendiri. Padahal ia adalah seseorang
yang sangat fanatik terkait hal-hal yang halal dan haram. Seperti yang kalian
ketahui semua. Tidak ada satu jenis mencuri pun yang dihalalkan agama. Mencuri
adalah akhlak tercela. Pelakunya akan mendapatkan dosa. Jika itu dilakukan
terus menerus maka dosa itu akan menggunung dan menjadi tiket utama untuk masuk
neraka. Nah ngeri kan, kok ia memutuskan menjadi pencuri sih, kenapa?
Semua
berawal dari status jomblonya. Seperti yang para jomblowers alami, menyandang
status jomblo adalah sesuatu yang mengerikan sekaligus membanggakan. Mengerikan
karena sebagian orang mengira hidup para jomblo itu flat, nggak asik,
dan menyedihkan (padahal sejatinya nggak kok, hanya sering lupa hari saja, ini
malam Minggu atau malam Jumat). Membanggakan karena menjadi jomblo itu special.
Para jomblowers bisa memilih malam mingguan sama siapa saja.
Berdasarkan
mitos yang beredar, kalau diantara kalian semua dapat mencuri bunga melati
sepasang pengantin, ia akan segera menikah alias mengakhiri nasibnya sebagai jomblo.
Nah ia terilhami mitos itu. Jika ia mendapatkan undangan pernikahan dari
kawannya, ia akan merasa sangat bahagia. Harapan di dadanya mengembung. Ia akan
segera menyusul teman-temannya di pelaminan. Aksi mencuri bunga melati
pengantin pun berlangsung.
Beberapa
kali ia gagal melakukan aksinya. Terutama aksi pertama yang dilakukannya.
Mungkin karena ia grogi akan melakukan sebuah dosa yang tak pernah ia lakukan.
Ia gagal. Ia sedih. Namun ia bertekad akan melakukannya lagi. Seiring
berjalannya waktu bertambah pula jam terbangnya. Pada akhirnya ia menjadi pencuri yang handal.
Bertahun-tahun
menjomblo. Entah karena tak ada yang melirik atau selalu ditolak atau selalu
menolak, saya tidak tahu. Namun setelah menahun menjomblo, menahun pula ia menjadi
pencuri melati yang piawai. Hasilnya? Dosa besar. Pasti malaikat sudah mencatat
dosa-dosannya setiap kali ia menghadiri pesta pernikahan. Ah, pada akhirnya harapan
hanyalah sebuah harapan, kawan.
Sebenarnya,
saya hanya kasihan sama bunga melati yang dicuri olehnya. Bukan kasihan sama si
pencuri atau sama pengantinnya. Seharusnya melati itu dapat menjadi saksi
kebahagiaan sang pengantin. Lha ini malah terperangkap di saku atau dompet si
pencuri itu. Menyatu dengan uang lusuhnya dan seabrek catatan hutang di
dompetnya. Betapa sial nasib bunga melati itu.
Mari
kita bayangkan sejenak, betapa bahagianya bunga melati itu terpilih menjadi
bunga yang selalu wajib ada dalam sebuah perjalanan hidup manusia yang sakral.
Padahal di luar sana masih banyak bunga yang tak kalah indah dan tak kalah
wangi. Bunga melati pasti merasa berharga sekali. Dadanya kembang kempis.
Barangkali rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Bangga. Tapi ia harus
bernasib malang.
Nah,
pada akhirnya saya punya dua kesimpulan. Pertama, mencuri melati itu penting
jika kamu sudah dapat mencuri hati pengantin, eh, mencuri hati yang belum
dicuri oleh hati orang lain maksudnya. Kedua, mencuri melati itu tidak penting
jika kamu tidak dapat mencuri hati seseorang yang belum dicuri oleh orang lain
atau sudah dicuri oleh orang lain. Semoga dosa para pencuri melati itu segera
diampuni. Amin.
Jogjakarta, 01 Oktober 2015
*Pemerhati para pencuri melati yang
tak pernah punya nyali mencuri melati.
*Terbit di website Jomblo Syar'i www.dubnyuk.com