Menahun Menjomblo, Ia Putuskan Menjadi Pencuri

0


Oleh: Layla Badra Sundari*

Tiba-tiba saja mencuri itu di halalkan oleh dirinya sendiri. Padahal ia adalah seseorang yang sangat fanatik terkait hal-hal yang halal dan haram. Seperti yang kalian ketahui semua. Tidak ada satu jenis mencuri pun yang dihalalkan agama. Mencuri adalah akhlak tercela. Pelakunya akan mendapatkan dosa. Jika itu dilakukan terus menerus maka dosa itu akan menggunung dan menjadi tiket utama untuk masuk neraka. Nah ngeri kan, kok ia memutuskan menjadi pencuri sih, kenapa?

Semua berawal dari status jomblonya. Seperti yang para jomblowers alami, menyandang status jomblo adalah sesuatu yang mengerikan sekaligus membanggakan. Mengerikan karena sebagian orang mengira hidup para jomblo itu flat, nggak asik, dan menyedihkan (padahal sejatinya nggak kok, hanya sering lupa hari saja, ini malam Minggu atau malam Jumat). Membanggakan karena menjadi jomblo itu special. Para jomblowers bisa memilih malam mingguan sama siapa saja. 

Berdasarkan mitos yang beredar, kalau diantara kalian semua dapat mencuri bunga melati sepasang pengantin, ia akan segera menikah alias mengakhiri nasibnya sebagai jomblo. Nah ia terilhami mitos itu. Jika ia mendapatkan undangan pernikahan dari kawannya, ia akan merasa sangat bahagia. Harapan di dadanya mengembung. Ia akan segera menyusul teman-temannya di pelaminan. Aksi mencuri bunga melati pengantin pun berlangsung. 

Beberapa kali ia gagal melakukan aksinya. Terutama aksi pertama yang dilakukannya. Mungkin karena ia grogi akan melakukan sebuah dosa yang tak pernah ia lakukan. Ia gagal. Ia sedih. Namun ia bertekad akan melakukannya lagi. Seiring berjalannya waktu bertambah pula jam terbangnya.  Pada akhirnya ia menjadi pencuri yang handal.  

Bertahun-tahun menjomblo. Entah karena tak ada yang melirik atau selalu ditolak atau selalu menolak, saya tidak tahu. Namun setelah menahun menjomblo, menahun pula ia menjadi pencuri melati yang piawai. Hasilnya? Dosa besar. Pasti malaikat sudah mencatat dosa-dosannya setiap kali ia menghadiri pesta pernikahan. Ah, pada akhirnya harapan hanyalah sebuah harapan, kawan.
Sebenarnya, saya hanya kasihan sama bunga melati yang dicuri olehnya. Bukan kasihan sama si pencuri atau sama pengantinnya. Seharusnya melati itu dapat menjadi saksi kebahagiaan sang pengantin. Lha ini malah terperangkap di saku atau dompet si pencuri itu. Menyatu dengan uang lusuhnya dan seabrek catatan hutang di dompetnya. Betapa sial nasib bunga melati itu.

Mari kita bayangkan sejenak, betapa bahagianya bunga melati itu terpilih menjadi bunga yang selalu wajib ada dalam sebuah perjalanan hidup manusia yang sakral. Padahal di luar sana masih banyak bunga yang tak kalah indah dan tak kalah wangi. Bunga melati pasti merasa berharga sekali. Dadanya kembang kempis. Barangkali rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Bangga. Tapi ia harus bernasib malang. 

Nah, pada akhirnya saya punya dua kesimpulan. Pertama, mencuri melati itu penting jika kamu sudah dapat mencuri hati pengantin, eh, mencuri hati yang belum dicuri oleh hati orang lain maksudnya. Kedua, mencuri melati itu tidak penting jika kamu tidak dapat mencuri hati seseorang yang belum dicuri oleh orang lain atau sudah dicuri oleh orang lain. Semoga dosa para pencuri melati itu segera diampuni. Amin.

Jogjakarta, 01 Oktober 2015
*Pemerhati para pencuri melati yang tak pernah punya nyali mencuri melati. 
*Terbit di website Jomblo Syar'i www.dubnyuk.com

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !