MARYAM hidup beribu-ribu tahun yang lalu, jauh sebelum ibuku dilahirkan. ia seorang wanita yang ditakdirkan Tuhan untuk menjadi seorang ibu tanpa suami dan tanpa perhelatan pesta pernikahan megah. Telah Tuhan embuskan seorang anak manusia ke dalam rahim Maryam hingga tumbuh dewasa dan kekar. Ia wanita suci yang melahirkan seorang anak bernama Isa. Riwayat mengabadikan, Isa menjadi pembawa kebenaran. Penerima Injil, menjadi rasul, dan dikenang sepanjang zaman.
AKU lahir setelah beribu-ribu tahun Isa dilahirkan. Hanya serentetan kisah yang selalu aku dengar di surau dari seorang guru ngaji. Ia
piawai berkisah tentang para nabi dan keluarganya sampai aku mampu
mengingatnya hingga saat ini. Saat di mana aku menjadi dewasa dan
mengerti setiap jengkal dari kisha-kisah kehidupan.
"Isa lahir tanpa bapak dari seorang wanita bernama Maryam," Guru Udin
memulai kisah. "Tetapi bukan berarti ia adalah anak haram dari Maryam.
Maryam wanita suci yang selalu menjaga diri. Tak ada seorang lelaki pun
yang pernah menyentuhnya.. Namun. Ia mampu menjadi seorang ibu dari
Isa." Ia terus saja melanjutkan kisah. Sementara aku dan teman-teman
yang lain mendengarkan secara seksama.
"Saat itu, saat Maryam sedang mengasingkan diri dari keluarganya ke
sebelah timur, malaikan Jibril datang menjelma menjadi seorang manusia
sempurna. Ia mengabarkan bahwa Maryam hendak memiliki seorang putra yang
menjadi anugerah drai Tuhan Yang Esa. Maryam tertegun. Ia mengelak. Ia
bukan seorang pezina yang setiap malam berhubungan seks dengan sorang
lelaki. Ia seorang wanita yang selalu menjaga diri. Malaikat Jibril
melanjutkan penjelasannya, bagi Tuhanmu Yang Esa, emnjadikanmu seorang
Ibu walaupun engkau tak pernah bersentuhan dengan lelaki mana pun, itu
sesuatu hal yang mudah. Jika Tuhanmu berkenan, maka jadilah. Keputusan
Tuhan tak dapat digangu gugat," Guru Udin terus melanjutkan kisah Isa
dan maryam di bawah sinar lampu temaram. Di luar, hari mulai gelap,
kisah ISa belum juga usai. Aku masih setia mendengarkan kisah.
"Maryam mengandung selama 9 bulan. Melahirkan ditemani malaikat Jibril
di bawah pohon kurma. Sembari bersandar dan menahan nyeri yang amat.
Angin semilir menjatuhkan buah kurma ke samping Maryam. Ia memakannya.
Maryam merasakan kembali kekuatan untuk melahirkan Isa. Air jernih yang
dapat menghilangkan lelah dan mendatangkan suka cita setelah
melahirkan."
"Maryam menggendong Isa. Ia kembali ke kampung halaman dengan perasaan
cemas. Maryam dituduh menjadi seorang pezina. Ia dituduh telah melakukan
dosa besar. Namun, saat itu, Maryam menunjukkan kepada mereka bahwa
anaknya Isa akan berbicara kepadanya. Para penduduk di kampungnya tak
sedikitpun memercayainya hingga Isa benar-benar mulai berbicara.
"Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia membriku kitab (Injil) dan dia
menjadikanku seorang nabi." Isa tumbuh menjadi dewasa. Tuhan
mengaruniakan mukjizat. Ia menyeru kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
emngajak kaumnya untuk turut menyembah Tuhan."
Begitulah kisah Isa dan Maryam disampaikan kepada kami, anak-anak yang
hendak tumbuh remaja. Mungkinkah anak-anak itu bermimpi menjadi seorang
nabi? Atau bermimpi bertemu Isa? atau bagi anak-anak perempuan bermimpi
ingin menjadi wanita pilihan Tuhan, seperti Maryam? Semuanya hanya ada
di benak pikiran anak-anak yang suci.
Aku pulang ke rumah dengan pikiran melayang pada Isa dan Maryam.
**
AKU dilahirkan 17 tahun lalu oleh seorang wanita bernama Siti Paryami. Ia seorang tukang cuci di sebuah rumah gedong di
Desa Kebonrejo. Aku memanggilnya emak, Emak yang memiliki paras ayu,
rambut ikal, hidung mancung, warna kulit kecokelat-cokelatan akibat
panasnya sinar matahari, dan tubuhnya yang semakin kurus dari hari ke
hari terlihat sepuluh tahun lebih tua dari usianya. Ia selalu bekerja
untuk menafkahi kami berdua. menyekolahkanku dan untuk makan
sehari-hari.
Sesekali, aku pun membantu emak menjadi tukang panjat pohon kelapa,
rambutan, duku, dan lain-lain. Pekerjaan itu tidak aku lakukan setiap
hari. Hanya pada musim-musim tertentu. Seperti sekarang sedang musim
rambutan, setiap pulang sekolah, selalu ada tetanga yang memintaku untuk
memanjat pohon rambutan. Upahnya lumayan untuk bekal jajan sekolah esok
pagi. Atau untuk sekadar membeli garam di warung.
Ketiadaan bapak membuat kami harus selalu bekerja banting tulang. Apakah Isa merasakann hal yang sama denganku? Ketiadaan
bapak yang entah ke mana. emak tak pernah menceritakan asal-usul bapak.
Setiap aku bertanya siapa bapakku, emak tak pernah menjawab. Selalu
saja amenghindar. Kalau sudah seperti itu, aku selalu berkata dalam
hati, mungkin aku seperti Isa yang dilahirkan Maryam. Tentu saja emak
tidak mendengar hatiku berkata-kata. Sampai lulus SD, aku selalu merasa
bahwa aku seperti Isa dan Ibuku adlaah Maryam. Dan aku selalu merasa
menjadi anak yang suci sembari terus menunggu mukjizat seperti yang
diceritakan guru ngaji Udin.
Apakah benar aku adalah Isa dan emakku adalah Maryam yang melahirkan anak tanpa persetubuhan?
**
KETIKA aku SD, teman-teman selalu meledekku anak haram atau anak
jadah. Serta merta aku hanya memiliki sedikit teman. Para orangtua
seperti jijik anaknya berteman denganku. Saat itu, aku tak mengerti apa
yang dimaksud dengan anak haram dan anak jadah. Ketika aku bertanya tentang hal itu, wajah
emak selalu merah padam. Dadanya naik turun. Napasnya jelas terdengar.
Lalu aku akan membungkus kembali pertanyaanku sembari berkata dalam hati
bahwa aku seperti Isa dan emak adalah Maryam. Setelah itu emak akan
terdiam beberapa saat sembari menanak nasi di dapur. Dengan emosi yang
terus diredamnya.
Aku terus meyakini bahwa aku seperti Isa dan emakku adalah Maryam.
Kujelaskan itu kepada teman-temanku. Sebagian terbahak-bahak, sebagian
mengulum senyum, sebagian hanya memandang tanpa makna. Barangkali mereka
berpikir, tak akan ada dua Isa dan dua Maryam di dunia ini. Tetapi, tak
ada yang tidak mungkin di dunia ini bukan? Menciptakan seribu Isa dan
seribu Maryam pun pasti Tuhan menyanggupinya. Ini hanya menciptakan satu
duplikatnya saja, tentu itu sangat mudah bagi Tuhan.
Ah, menjelaskan hal itu pada saat aku masih SD, bukankah itu hal
yang mengagumkan? Selalu merasa menjadi anak suci seperti Isa. Mikjizat
Tuhan mulai datang. Aku terlahir dengan otak yang cerdas. Begitulah
kira-kira aku merasa.
**
BEGITU banyak wanita di desa ini. Setiap pagi, kulihat mereka
berbondong-bondong ke sumur. Membawa sekeranjang baju kotor yang akan
dicuci di sana. Lalu membersihkan badan. Dan aku akan melihatnya kembali
ketika merekasudah menjadi cantik penuh dengan polesan bedak murahan
dan pewarna bibir yang norak. Mereka hendak bekerja. Menjadi penjual
pakaian di pasar. Beberapa teman SD ku pun seperti itu.
Lambat laun, para wanita itu seperti tenggelam ditelan masa. Menghilang
satu persatu. Entah ke mana. Selentingan kabar selalu kudengar, mereka
tengah berperut buncit. Keluarganay di desa ini tak mau melihat anaknya
berperut buncit. Karena perut buncit adalah aib. Lalu katanya, mereka
diasingkan ke keluarga yang jauh. Di mana tak ada yang mengenal mereka
satu pun. Untuk menutupi aib. Anak-anak itu lahir. Tumbuh dan menjadi dewasa. Masih tertutupkah aib?
Aib? Bukankah itu sama dengan yang dilakukan Maryam ketika mengandung
Isa? Apakah yang berbeda? Mereka tak bersuami. Maryam pun sama tak
bersuami. Akankah mereka terlahir seperti Isa. Menjadi nabi. Dan
langsung dapat berbicara di depan khalayak ramai? Agar terhindar dari
aib.
Tak pernah ada perhelatan pernikahan yang dibalut dengan suka cita
sebenarnya. Pernikahan selalu terjadi mendadak dan tiba-tiba. Berjalan
seadanya dan ala kadarnya. Seperti tak ada yang benar-benar harus
dirayakan dalam sebuah pernikahan. Sebagain dari para wanita di desaku
terpaksa menikah. Dengan alasan yang sama menutupi aib. Namun, baru dua
bulan mereka menikah, sudah ada undangan syukuran empat bulanan. Masih
tertutupkah aib?
Anak yang memiliki bapak tetap menjadi aib. Anak yang tidak memiliki
bapak sudah pasti menjadi aib. Anak haram jabatannya. (Padahal Isa tak
memiliki bapak). Apakah ia juga sama menyandang jabatan anak haram?
Tentu saja tidak. Sudah kuceritakan bagaimana guru Udin menceritakan
kisah Isa dan maryam penih khidmat.
**
SEKARANG, saat usiaku 17 tahun, aku tahu bahwa aku bukanlah Isa
dan emak bukan Maryam. Benar memang, Tak akan pernah ada dua Isa dan dua
Maryam di dunia ini. Aku selalu mencurigai gelagat pemilik rumah gedong tempat emak bekerja. Ketika di sekeliling rumah gedong itu hanya ada emak dan pemilik rumah gedong itu, pemilik rumah gedong itu
selalu memberi perhatian pada emak. Terkadang memberi beberapa lembar
uang. Setelah melihat hal itu, tak pernah kutanyakan lagi siapa bapakku.
Dan harus kupastikan sekali lagi, aku dan emak bukan Isa dan Maryam.
Begitu pun dengan para wanita di desaku. Para wanita yang diasingkan
akibat perut buncit sebelum waktunya. Entah kenapa mereka melakukan hal
itu. Mungkinkah mereka terinspirasi dari kisah Isa dan maryam?
Entahlah.***
Warungjati, 20 Maret 2015
Layla Badra Sundari, lahir di Ciamis. Alumni Sunan Kalijaga Jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Sekarang tinggal di Yogyakarta.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Layla Badra Sundari
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Pikiran Rakyat" Minggu 27 Desember 2015