Sudah beberapa hari ini di kosku ada bule yang berasal dari
Prancis. Dia teman mba Pipit –pengelola kos – yang sedang backpakeran ke
Indonesia. Mba Pipit memberikan tumpangan secara gratis dan juga semua
fasilitas yang ada di rumahnya untuk dia. Karena Mba Pipit juga seorang yang
suka backpekeran. Begitulah kalau sesama anggota bacpakeran saling memberikan
tumpangan kepada teman yang lainnya. Ini adalah teman yang keduanya yang
menumpang di sini, yang pertama aku tidak begitu tahu tentang temannya itu yang
pasti dia berkebangsaan China.
Awalnya aku hanya mendengar cerita-cerita saja dari mba pipit dan
bu Nafisah, teman kosku. Kalau beberapa hari ini ada bule, namanya Adele. Nah
Malam kemarin aku sempat berpapasan dengan dia saat aku akan pergi mengerjakan
tugas kelompok bersama temanku. Dia sedang berdiri di depan pintu gerbang
karena ternyata Adele mau pergi ke Supermarket bersama Mba pipit. Saat itu aku
pamit ke mba pipit, dan mba pipit meng-iya-kan. Dan pada saat itu juga, Adele
menyapaku. “hallo.” Aduh dengan groginya aku jawab “Hallo” juga. Padahal kalau
menurut kebiasaan orang sana kalau ada yang mengatakan Hallo maka harus dijawab
dengan kata Hai. Dan aku hanya tersenyum saja setelah itu. Bingung mau ngomong
apa. Aku memilih cepat-cepat pergi saja. Duh ternyata dalam diriku masih
tersisa mental penjajah yang penakut dan aduuh ternyata bahasa Inggrisku buruk
sekali. Padahal sudah pernah kursus di rumah dan di sini. Memang aku sudah lama
gak improve dengan bahasa Inggris. Bahasa memerlukan lingkungan dan praktik,
praktik, serta praktik.
Malam ini,selepas magrib, aku diundang mba Pipit untuk ikut masak
masakan Prancis. Wah aku senang. Saat
itu aku mendadak ngafalin dan mempersiapkan kosa kata bahasa Inggris. Pastinya
nanti gak mungkin dong kalau aku hanya diam saja. Maka aku latihan dulu sama
mba Pipit bagaimana aku akan memperkenalkan diri dengan Adele, walaupun aku
sudah tahu namanya, tapi aku belum pernah berkenalan secara langsung. Yah istilahnya
nanti itu ada basa-basi sebagai orang yang tinggal di daerah Jawa.
Aku, mba Pipit, dan juga bu Nafis menuju dapur. Kami bagaikan
pasukan kecil yang siap bertempur dalam dongeng anak-anak. Dan Adele adalah
pimpinan dari kami. Saat aku sampai di dapur, ternyata Adele sudah ada di sana.
Dia menyapaku lagi “Hallo” dan aku masih menjawab dengan jawaban yang sama.
(duh bego banget sih). Tapi yah sudahlah tak usah terlalu dipikir. Kami mulai
memasak bersama Adele. Sebelumnya Adele berkata
“Kalian yang mengerjakan dan aku menceritakan bagaimana
cara-caranya.”
Dengan senang hati mba Pipit menjawab “Iya.” Aku hanya
manggut-manggut saja. dan Bu Nafisah tersenyum sembari menyemangati mba pipit.
“ayo Pipo kamu pasti bisa.” Jika kami sedang bercanda biasanya mba Pipit
dipanggil Pipo.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan tempat yang agak besar
untuk membuat adonan. Di dapur sudah tersedia berbagai bahan-bahan yang
dibutuhkan. Satu cup yougart Prancis, satu bungkus gula, satu bungkus tepung,
tiga butir telur, dua buah apel, minyak dan satu lagi entah apa namanya, aku
tidak tahu. Tapi semacam serbuk untuk mengembangkan adonan mungkin.
Dengan intruksi dari Adele, mba Pipit menuangkan satu cup Yogurt ke
dalam mangkuk agak besar, kemudian dua cup yougart gula pasir lalu mengaduknya
dengan rata. Selanjutnya mba Pipit mengupas apel, bu Nafis memasukkan tiga
butir telur ke dalam adonan dan mengaduknya dengan rata. Sementara aku, aku
menyiapkan tiga cup Yourget tepung untuk dimasukkan ke dalam adonan dan
setengah cup Yogurt minyak bimoli. Aku juga ikut membantu mengupas apel dan mba
Pipit memotongnya kecil-kecil. Lalu apel yang sudah dipotong dimasukan ke dalam
adonan, kemudian diaduk rata. Adele pun ikut menyiapkan tempat untuk memasukan
semua adonan itu ke dalam loyang dan memasukkannya ke dalam oven. Semua adonan
itu dipanaskan di dalam oven dengan suhu yang sedang. Kemudian ditunggu sekitar
25 menit.
Dan saat inilah Adele bertanya “what is your name?”
Aku jawab “Ela” sambil cengar-cengir
“How do you spell your name?”
Mba Pipit mulai nyanyi yang judul lagunya umbrella “La...
la..la...” Adele pun mengikuti. Hahaha aku sih ketawa aja. Kemudia Adele
mengulangi pertanyaannya lagi.
Aku jawab “E L A.”
“oh oke”
Dari tadi aku terus memperhatikan Adele, Adele berkaca mata kotak
hitam, yang dipadukan dengan warna merah, dia berhidung mancung, tinggi,
berkulit putih, rambutnya agak pendek, diikat, dan sedikit ikal. Dan saat Adele
tersenyum ia terlihat manis. Dia juga ramah, dan baik. Dia mengenakkan baju lekbong
berwarna putih dan celana panjang yang agak lebar. Saat kami betiga berbicara
bersamanya kami mendongakkan kepala. Karena yah memang tingginya melebihi orang
Indonesia, atau dengan kata lain, pendekknya orang Indonesia melebihi
orang-orang Barat.
Sembari menunggu kami duduk di ruang TV mba Pipit. Dan membicarakan
banyak hal. Mba Pipit bertanya tentang Kawah Ijen, salah satu tempat yang ia
kunjungi. Kawah ijen berada di Jawa Timur tepatnya di perbatasan Bondowoso dan
Banyuwangi. Mungkin aku harus mencoba mengunjunginya suatu saat bersama teman
Para Pencari Sandal (Rahma, Rinda, dan Meta). Adele menunjukan beberapa photo
pemandangan di Kawah Ijen. Ada perbedaan berphoto antara orang Indonesia dan
orang Barat rupanya, yang aku tangkap dari Adele, ia tidak suka memfoto dirinya
di view Kawah Ijen atau yang lainnya, tetapi Adele lebih suka memfoto
aslinya pemandangannya saja, tanpa ada dirinya. Di beberapa foto yang ia
tunjukan tidak ada foto dirinya yang sedang bernarsis ria seperti yang selalu
kita lakukan para pecinta wisata Indonesia. Yah but that’s culture. So, no
problem.
Adele juga menunjukan beberapa fhotonya di negara lain. aku lupa
negara mana. Yang pasti di foto itu ada gunung salju, eksotis pokoknya, dan
Adele juga mampu mengambil gambar dengan baik. ia juga pergi ke Bali, ia
belajar memasak Gado-gado, ia banyak mengambil foto sawah-sawah. Dan ia berkata
“i like rice field.”
Wow bangga dong, sebagai orang Indonesia, yang negerinya dicintai
oleh orang luar. Yah sebagaimana kita ketahui di Indonesia banyak sawah-sawah
untuk menghidupi orang banyak. Yah walaupun banyak sawah-sawah yang sudah
disulap menjadi bangunan mewah yang bertingkat-tingkat, dan berkelap-kelip saat
malam tiba. Tapi begitulah realita.
Dia bertanya pada Bu
Nafisah, “do you like traveling?”
Bu Nafis sedikit bingung menjawab, karena memang bu Nafis tidak
begitu menyukai traveling, mungkin karena bu Nafis adalah tipe orang yang mudah
capek, dan lain sebagainya.
Kemudia Adele juga bertanya hal yang sama padaku. Aku jawab “Ya
suka, tetapi baru di sekitar Jogjakarta saja, seperti pantai-pantai di gunung
kidul.”
“oh where is Gunung Kidul?”
Kemudia Adele membuka buku panduan tentang Indonesia dan juga peta
wisata Indonesia. Nah kalau sudah bagian ngomong panjang lebar, aku serahkan
saja pada mba pipit untuk menjelaskan letak gunung kidul secara rinci.
“Gunung Kidul adalah salah
satu kabupaten di Jogjakarta......”
Belum selesai mba Pipit menjelaskan tentang Gunung Kidul Adele
menunjuk Paris (pantai parang tritis) di peta Indonesia.
Mba Pipit menjelaskan “Paris
memang terkenal, tetapi menurutku Paris tidak begitu cantik dan indah. Pantai
di Gunung Kidul lebih indah dari Paris, pantai di sana banyak, kita dapat
melihat pantai satu persatu. Pantai di Gunung Kidul mempunyai dua jenis pasir,
pertama pasir putih, kedua pasir hitam. Tetapi di pantai sana kita tidak dapat
berenang, karena ombak yang besar, dan karena pantai yang landai.”
Adele terlihat tertarik mendengar penjelasan mba pipit, tetapi
seperti sedikit kecewa karena beberapa pantai di sana tidak dapat digunakan
untuk berenang. Dia juga bertanya bagaimana caranya supaya bisa ke sana.
Mba pipit menjelaskan “kalau kami biasanya menggunakan kendaraan
pribadi seperti motor atau mobil, karena memang tidak mudajh dijangkau oleh
kendaraan umum, dan waktu yang dibutuhkan untuk ke sana sekitar satu setengah
jam.”
Aroma yogurt cake sudah tercium, Adele dan Mba Pipit segera
beranjak dari tempat duduk untuk melihat yogurt cake kami. Tetapi ternyata
setelah di lihat belum matang. Lantas kami melanjutkan berbagai cerita lagi.
Kami bercerita, bahwa kebanyakan orang Asia, ingin memiliki kulit
putih seperti Adele, dan Adele bertanya sedikit kaget.
“Really? Why? Padahal kami orang berkulit putih ingin memiliki
kulit berwarna coklat.”
Bu nafis menjawab “ini adalah efek dari post kolonialisme, kami
pernah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, dan dulu, kami para pribumi,
pemilik warna kulit coklat, merasa selalu menjadi golongan yang rendah,
memiliki kulit putih itu berarti kami berada di golongan yang terhormat. Begitulah.
Banyak usaha yang dilakukan supaya kulit kami menjadi putih.”
“oh, apa kamu pernah melakukan usaha untuk itu?” Adele bertanya
padaku.
“eh aku jawab belum.”
“That’s good.”
Padahal yah aku dulu pernah memaki produk garnier dan ponds. Yang
disitu jelas-jelas tertulis Whitening atau memutihkan. Tetapi ya usaha itu
selalu gagal. Lagi pula dua produk itu tidak benar-benar memutihkan. Sekarang
yah aku tidak memakai produk kecantikan apa-apa. dan usaha untuk memutihkan
kulitku juga tidak ada. Aku hanya memakai cream anti jerawat dan bedak tabur.
Yang keduanya adalah produk dari dokter. Belajarlah menerima apa yang telah
diberikan oleh Tuhan. Dan belajar mensyukuri karunia yang sudah diberikan.
Karena perbedaan adalah indah.
Dan aku menambahkan “standar cantik di sini itu dinilai dari putih
atau tidaknya. Kalau perempuan putih yah itu pasti cantik, kalau tidak yah
jelek. Tapi itu adalah cara pandang kebanyakan orang. Sebenarnya cantik itu
datang dari hati dan ilmu yang kita miliki. Ibuku selalu bilang, perempuan yang
cerdas akan selalu terlihat cantik karena ilmu yang dimilikinya. Hati dan ilmu
memberikan aura tersendiri untuk perempuan.” Begitulah nasihat ibuku saat aku
masih duduk di sekolah menengah pertama.
“Apakah kalian bisa berbahasa Belanda?” Adele melanjutkan bertanya
“Tidak, itulah yang kami tidak mengerti, padahal kami dijajah
Belanda selama 3,5 abad, tetapi bahasa itu tidak populer di masyarakat
indonesia” jelas Bu Nafis.
Aku membatin. Memang Belanda itu licik. Mereka hanya mengeruk
kekayaan Indonesia, tanpa memberikan pendidikan yang layak untuk masyarakat
Indonesia. Walaupun dulu ada yang namanya politik etis, yang mengharuskan pihak
Belanda balas budi kepada masyarakat indonesia dengan cara membangun lembaga
pendidikan untuk masyarakat Indonesia. Tetapi pada praktiknya yah mereka tidak
benar-benar tulus melakukan hal itu, mereka mendirikan beberapa lembaga
pendidikan di Indonesia untuk melancarkan masalah ekonomi dan politik Belanda.
Huh marai emosi nek ingat Belanda.
Tapi Adele berkata “yah bagus, kalian tidak memakai bahasa
penjajah.”
Sepertinya yogurt cake kami sudah matang. Adele dan Mba pipit pergi
untuk melihatnya ke dapur. Dan memang benar sudah matang. Walaupun tampilannya
tidak begitu cantik. Karena seharusnya loyang yang digunakan agak lebar,
sementara ini berbentuk cekung. Tapi tak jadi masalah, kami dapat
menikmati yogurt cake khas Prancis ini. Rasa
Cakenya begitu manis di lidah kami. Apel yang tadi dicampurkan jadi matang.
Tetapi rasanya tetap enak. Adele memberitahukan kalau buahnya bisa apa saja.
tergantung kami. Bisa memakai pir, apel, kurma, strauberi, dan lainnya. Aku
berpikir untuk mencobanya di rumah. Dan menghidangkannya pada bapak, ibu,
adik-adikku, dan juga temanku kalau ada yang bertamu ke rumahku. Hehehe.
Akhirnya malam ini kami ber-empat menikmati yogurt cake dengan
bebagai cerita yang membumbuinya. Adele besok paginya, ia akan pergi ke
Borobudur. Ia akan berangkat jam 06.00 pagi dari sini. Oh iya, Adele adalah
guru bahasa Prancis di negaranya.
Jogjakarta, 08 Mei 2013
*gambar
diambil dari google