Yogurt Cake

0


Sudah beberapa hari ini di kosku ada bule yang berasal dari Prancis. Dia teman mba Pipit –pengelola kos – yang sedang backpakeran ke Indonesia. Mba Pipit memberikan tumpangan secara gratis dan juga semua fasilitas yang ada di rumahnya untuk dia. Karena Mba Pipit juga seorang yang suka backpekeran. Begitulah kalau sesama anggota bacpakeran saling memberikan tumpangan kepada teman yang lainnya. Ini adalah teman yang keduanya yang menumpang di sini, yang pertama aku tidak begitu tahu tentang temannya itu yang pasti dia berkebangsaan China.
Awalnya aku hanya mendengar cerita-cerita saja dari mba pipit dan bu Nafisah, teman kosku. Kalau beberapa hari ini ada bule, namanya Adele. Nah Malam kemarin aku sempat berpapasan dengan dia saat aku akan pergi mengerjakan tugas kelompok bersama temanku. Dia sedang berdiri di depan pintu gerbang karena ternyata Adele mau pergi ke Supermarket bersama Mba pipit. Saat itu aku pamit ke mba pipit, dan mba pipit meng-iya-kan. Dan pada saat itu juga, Adele menyapaku. “hallo.” Aduh dengan groginya aku jawab “Hallo” juga. Padahal kalau menurut kebiasaan orang sana kalau ada yang mengatakan Hallo maka harus dijawab dengan kata Hai. Dan aku hanya tersenyum saja setelah itu. Bingung mau ngomong apa. Aku memilih cepat-cepat pergi saja. Duh ternyata dalam diriku masih tersisa mental penjajah yang penakut dan aduuh ternyata bahasa Inggrisku buruk sekali. Padahal sudah pernah kursus di rumah dan di sini. Memang aku sudah lama gak improve dengan bahasa Inggris. Bahasa memerlukan lingkungan dan praktik, praktik, serta praktik.
Malam ini,selepas magrib, aku diundang mba Pipit untuk ikut masak masakan Prancis. Wah  aku senang. Saat itu aku mendadak ngafalin dan mempersiapkan kosa kata bahasa Inggris. Pastinya nanti gak mungkin dong kalau aku hanya diam saja. Maka aku latihan dulu sama mba Pipit bagaimana aku akan memperkenalkan diri dengan Adele, walaupun aku sudah tahu namanya, tapi aku belum pernah berkenalan secara langsung. Yah istilahnya nanti itu ada basa-basi sebagai orang yang tinggal di daerah Jawa.
Aku, mba Pipit, dan juga bu Nafis menuju dapur. Kami bagaikan pasukan kecil yang siap bertempur dalam dongeng anak-anak. Dan Adele adalah pimpinan dari kami. Saat aku sampai di dapur, ternyata Adele sudah ada di sana. Dia menyapaku lagi “Hallo” dan aku masih menjawab dengan jawaban yang sama. (duh bego banget sih). Tapi yah sudahlah tak usah terlalu dipikir. Kami mulai memasak bersama Adele. Sebelumnya Adele berkata
“Kalian yang mengerjakan dan aku menceritakan bagaimana cara-caranya.”
Dengan senang hati mba Pipit menjawab “Iya.” Aku hanya manggut-manggut saja. dan Bu Nafisah tersenyum sembari menyemangati mba pipit. “ayo Pipo kamu pasti bisa.” Jika kami sedang bercanda biasanya mba Pipit dipanggil Pipo.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan tempat yang agak besar untuk membuat adonan. Di dapur sudah tersedia berbagai bahan-bahan yang dibutuhkan. Satu cup yougart Prancis, satu bungkus gula, satu bungkus tepung, tiga butir telur, dua buah apel, minyak dan satu lagi entah apa namanya, aku tidak tahu. Tapi semacam serbuk untuk mengembangkan adonan mungkin.
Dengan intruksi dari Adele, mba Pipit menuangkan satu cup Yogurt ke dalam mangkuk agak besar, kemudian dua cup yougart gula pasir lalu mengaduknya dengan rata. Selanjutnya mba Pipit mengupas apel, bu Nafis memasukkan tiga butir telur ke dalam adonan dan mengaduknya dengan rata. Sementara aku, aku menyiapkan tiga cup Yourget tepung untuk dimasukkan ke dalam adonan dan setengah cup Yogurt minyak bimoli. Aku juga ikut membantu mengupas apel dan mba Pipit memotongnya kecil-kecil. Lalu apel yang sudah dipotong dimasukan ke dalam adonan, kemudian diaduk rata. Adele pun ikut menyiapkan tempat untuk memasukan semua adonan itu ke dalam loyang dan memasukkannya ke dalam oven. Semua adonan itu dipanaskan di dalam oven dengan suhu yang sedang. Kemudian ditunggu sekitar 25 menit.
Dan saat inilah Adele bertanya “what is your name?”
Aku jawab “Ela” sambil cengar-cengir
“How do you spell your name?”
Mba Pipit mulai nyanyi yang judul lagunya umbrella “La... la..la...” Adele pun mengikuti. Hahaha aku sih ketawa aja. Kemudia Adele mengulangi pertanyaannya lagi.
Aku jawab “E L A.”
“oh oke”
Dari tadi aku terus memperhatikan Adele, Adele berkaca mata kotak hitam, yang dipadukan dengan warna merah, dia berhidung mancung, tinggi, berkulit putih, rambutnya agak pendek, diikat, dan sedikit ikal. Dan saat Adele tersenyum ia terlihat manis. Dia juga ramah, dan baik. Dia mengenakkan baju lekbong berwarna putih dan celana panjang yang agak lebar. Saat kami betiga berbicara bersamanya kami mendongakkan kepala. Karena yah memang tingginya melebihi orang Indonesia, atau dengan kata lain, pendekknya orang Indonesia melebihi orang-orang Barat.
Sembari menunggu kami duduk di ruang TV mba Pipit. Dan membicarakan banyak hal. Mba Pipit bertanya tentang Kawah Ijen, salah satu tempat yang ia kunjungi. Kawah ijen berada di Jawa Timur tepatnya di perbatasan Bondowoso dan Banyuwangi. Mungkin aku harus mencoba mengunjunginya suatu saat bersama teman Para Pencari Sandal (Rahma, Rinda, dan Meta). Adele menunjukan beberapa photo pemandangan di Kawah Ijen. Ada perbedaan berphoto antara orang Indonesia dan orang Barat rupanya, yang aku tangkap dari Adele, ia tidak suka memfoto dirinya di view Kawah Ijen atau yang lainnya, tetapi Adele lebih suka memfoto aslinya pemandangannya saja, tanpa ada dirinya. Di beberapa foto yang ia tunjukan tidak ada foto dirinya yang sedang bernarsis ria seperti yang selalu kita lakukan para pecinta wisata Indonesia. Yah but that’s culture. So, no problem.
Adele juga menunjukan beberapa fhotonya di negara lain. aku lupa negara mana. Yang pasti di foto itu ada gunung salju, eksotis pokoknya, dan Adele juga mampu mengambil gambar dengan baik. ia juga pergi ke Bali, ia belajar memasak Gado-gado, ia banyak mengambil foto sawah-sawah. Dan ia berkata “i like rice field.”
Wow bangga dong, sebagai orang Indonesia, yang negerinya dicintai oleh orang luar. Yah sebagaimana kita ketahui di Indonesia banyak sawah-sawah untuk menghidupi orang banyak. Yah walaupun banyak sawah-sawah yang sudah disulap menjadi bangunan mewah yang bertingkat-tingkat, dan berkelap-kelip saat malam tiba. Tapi begitulah realita.
 Dia bertanya pada Bu Nafisah, “do you like traveling?”
Bu Nafis sedikit bingung menjawab, karena memang bu Nafis tidak begitu menyukai traveling, mungkin karena bu Nafis adalah tipe orang yang mudah capek, dan lain sebagainya.
Kemudia Adele juga bertanya hal yang sama padaku. Aku jawab “Ya suka, tetapi baru di sekitar Jogjakarta saja, seperti pantai-pantai di gunung kidul.”
“oh where is Gunung Kidul?”
Kemudia Adele membuka buku panduan tentang Indonesia dan juga peta wisata Indonesia. Nah kalau sudah bagian ngomong panjang lebar, aku serahkan saja pada mba pipit untuk menjelaskan letak gunung kidul secara rinci.
 “Gunung Kidul adalah salah satu kabupaten di Jogjakarta......”
Belum selesai mba Pipit menjelaskan tentang Gunung Kidul Adele menunjuk Paris (pantai parang tritis) di peta Indonesia.
 Mba Pipit menjelaskan “Paris memang terkenal, tetapi menurutku Paris tidak begitu cantik dan indah. Pantai di Gunung Kidul lebih indah dari Paris, pantai di sana banyak, kita dapat melihat pantai satu persatu. Pantai di Gunung Kidul mempunyai dua jenis pasir, pertama pasir putih, kedua pasir hitam. Tetapi di pantai sana kita tidak dapat berenang, karena ombak yang besar, dan karena pantai yang landai.”
Adele terlihat tertarik mendengar penjelasan mba pipit, tetapi seperti sedikit kecewa karena beberapa pantai di sana tidak dapat digunakan untuk berenang. Dia juga bertanya bagaimana caranya supaya bisa ke sana.
Mba pipit menjelaskan “kalau kami biasanya menggunakan kendaraan pribadi seperti motor atau mobil, karena memang tidak mudajh dijangkau oleh kendaraan umum, dan waktu yang dibutuhkan untuk ke sana sekitar satu setengah jam.”
Aroma yogurt cake sudah tercium, Adele dan Mba Pipit segera beranjak dari tempat duduk untuk melihat yogurt cake kami. Tetapi ternyata setelah di lihat belum matang. Lantas kami melanjutkan berbagai cerita lagi.
Kami bercerita, bahwa kebanyakan orang Asia, ingin memiliki kulit putih seperti Adele, dan Adele bertanya sedikit kaget.
“Really? Why? Padahal kami orang berkulit putih ingin memiliki kulit berwarna coklat.”
Bu nafis menjawab “ini adalah efek dari post kolonialisme, kami pernah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, dan dulu, kami para pribumi, pemilik warna kulit coklat, merasa selalu menjadi golongan yang rendah, memiliki kulit putih itu berarti kami berada di golongan yang terhormat. Begitulah. Banyak usaha yang dilakukan supaya kulit kami menjadi putih.”
“oh, apa kamu pernah melakukan usaha untuk itu?” Adele bertanya padaku.
“eh aku jawab belum.”
“That’s good.”
Padahal yah aku dulu pernah memaki produk garnier dan ponds. Yang disitu jelas-jelas tertulis Whitening atau memutihkan. Tetapi ya usaha itu selalu gagal. Lagi pula dua produk itu tidak benar-benar memutihkan. Sekarang yah aku tidak memakai produk kecantikan apa-apa. dan usaha untuk memutihkan kulitku juga tidak ada. Aku hanya memakai cream anti jerawat dan bedak tabur. Yang keduanya adalah produk dari dokter. Belajarlah menerima apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Dan belajar mensyukuri karunia yang sudah diberikan. Karena perbedaan adalah indah.
Dan aku menambahkan “standar cantik di sini itu dinilai dari putih atau tidaknya. Kalau perempuan putih yah itu pasti cantik, kalau tidak yah jelek. Tapi itu adalah cara pandang kebanyakan orang. Sebenarnya cantik itu datang dari hati dan ilmu yang kita miliki. Ibuku selalu bilang, perempuan yang cerdas akan selalu terlihat cantik karena ilmu yang dimilikinya. Hati dan ilmu memberikan aura tersendiri untuk perempuan.” Begitulah nasihat ibuku saat aku masih duduk di sekolah menengah pertama.
“Apakah kalian bisa berbahasa Belanda?” Adele melanjutkan bertanya
“Tidak, itulah yang kami tidak mengerti, padahal kami dijajah Belanda selama 3,5 abad, tetapi bahasa itu tidak populer di masyarakat indonesia” jelas Bu Nafis.
Aku membatin. Memang Belanda itu licik. Mereka hanya mengeruk kekayaan Indonesia, tanpa memberikan pendidikan yang layak untuk masyarakat Indonesia. Walaupun dulu ada yang namanya politik etis, yang mengharuskan pihak Belanda balas budi kepada masyarakat indonesia dengan cara membangun lembaga pendidikan untuk masyarakat Indonesia. Tetapi pada praktiknya yah mereka tidak benar-benar tulus melakukan hal itu, mereka mendirikan beberapa lembaga pendidikan di Indonesia untuk melancarkan masalah ekonomi dan politik Belanda. Huh marai emosi nek ingat Belanda.
Tapi Adele berkata “yah bagus, kalian tidak memakai bahasa penjajah.”
Sepertinya yogurt cake kami sudah matang. Adele dan Mba pipit pergi untuk melihatnya ke dapur. Dan memang benar sudah matang. Walaupun tampilannya tidak begitu cantik. Karena seharusnya loyang yang digunakan agak lebar, sementara ini berbentuk cekung. Tapi tak jadi masalah, kami dapat menikmati  yogurt cake khas Prancis ini. Rasa Cakenya begitu manis di lidah kami. Apel yang tadi dicampurkan jadi matang. Tetapi rasanya tetap enak. Adele memberitahukan kalau buahnya bisa apa saja. tergantung kami. Bisa memakai pir, apel, kurma, strauberi, dan lainnya. Aku berpikir untuk mencobanya di rumah. Dan menghidangkannya pada bapak, ibu, adik-adikku, dan juga temanku kalau ada yang bertamu ke rumahku. Hehehe.
Akhirnya malam ini kami ber-empat menikmati yogurt cake dengan bebagai cerita yang membumbuinya. Adele besok paginya, ia akan pergi ke Borobudur. Ia akan berangkat jam 06.00 pagi dari sini. Oh iya, Adele adalah guru bahasa Prancis di negaranya.
Jogjakarta, 08 Mei 2013

*gambar diambil dari google









Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !